Novel Baswedan Beri Komentar Pedas Terhadap Anjloknya IPK Indonesia
Berita Baru, Jakarta – Novel Baswedan turut mengomentari anjloknya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia di tahun 2022. Menurut mantan penyidik KPK tersebut, hal itu disebabkan oleh UU KPK dan pimpinan yang ugal-ugalan.
“Faktor terbesar IPK Indonesia terjun bebas (tahun 2019 – 40, sekarang 2022 -34) karena revisi UU KPK dan Pimpinan KPK yang ugal-ugalan,” kata Novel di media sosial Twitter, dikutip Jumat (3/2/2023).
Novel pun mempertanyakan anggota DPR RI yang memilih Firli Bahuri dkk menjadi Pimpinan KPK. Meski IPK Indonesia anjlok, karena pimpinan KPK yang dinilai tidak menunjukan kinerja terbaik, itu masih tertolong dengan sikap pemerintah yang membuat kebijakan kemudahan berbisnis.
“Itupun masih tertolong, karena tahun lalu pemerintah membuat kebijakan kemudahan berbisnis. Kalo sudah begini kemana tuh anggota legislatif pendukung Firli cs?,” kata Novel.
Dalam jajak pendapat yang dilakukan Novel di akun Twitter miliknya, yang harus paling bertanggung jawab terhadap anjloknya IPK Indonesia adalah anggota DPR yang memilih Firli dkk, sebanyak 58 persen. Sedangkan 48 persen publik meminta Firli Bahuri untuk bertanggung jawab.
“Dari jawaban ini tergambar bahwa netizen jeli. Masalah lemahnya KPK tidak lepas dari peran anggota DPR yang memilih pimpinan bermasalah. Walaupun tentunya pimpinan KPK yang berbuat masalah juga berperan atas masalah yang timbul. Semoga kedepan dilakukan perbaikan,” tegas Novel.
Sebelumnya, Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan IPK Indonesia tahun 2022 berada di skor 34, turun empat poin dari skor 38 untuk tahun 2021. Indonesia kini menempati peringkat ke 110 dari 180 negara yang dilibatkan.
“CPI (Corruption Perceptions Index) Indonesia 2022 kita berada di 34, rangking 110. Dibanding tahun lalu, turun empat poin dan turun 14 rangkingnya,” ucap Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan Suyatmiko dalam konferensi pers di Pullman Hotel, Jakarta, Selasa (31/1/2023) lalu.
IPK Indonesia pada 2022 mengalami penurunan terburuk sepanjang sejarah reformasi. Skor berdasarkan indikator 0 sangat korup, hingga 100 yang berarti sangat bersih.
Wawan menjelaskan, di level ASEAN, Indonesia berada di bawah Singapura dengan IPK 83, Malaysia 47, Timor Leste dan Vietnam 42, serta Thailand 36. Menurutnya, Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak dua poin, dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012.
Ia menyebut, hal ini memperlihatkan praktik korupsi masih berjalan, bahkan terus memburuk akibat minimnya dukungan nyata dari para pemangku kepentingan.
“Skor ini turun empat poin dari tahun 2021 atau merupakan penurunan paling drastis sejak 1995,” pungkas Wawan.