NATO Sebut Turki dan Yunani Siap untuk ‘Pembicaraan Teknis’ Konflik Mediterania
Berita Baru, Internasional — Kepala NATO Jens Stoltenberg bahwa dua anggotanya yang bersertu Turki-Yunani telah sepakat untuk mengadakan ‘pembicaraan teknis’ tentang cara-cara untuk mengurangi ketegangan militer di Laut Mediterania Timur atas sengketa kegiatan eksplorasi gas, Kamis (3/9).
Perseteruan memuncak ketika Turki melanjutkan kegiatan pengeboran di Laut Mediterania Timur. Kegiatan itu menurut Yunani dan Siprus melanggar kedaulatan mereka.
Kedua belah pihak kemudian mengerahkan kapal perang untuk unjuk kekuatan di kawasan itu hingga menimbulkan kekhawatiran konflik militer meletus secara tidak sengaja.
“Menyusul diskusi saya dengan para pemimpin Yunani dan Turki, kedua sekutu telah setuju untuk mengadakan pembicaraan teknis di NATO untuk menetapkan mekanisme de-confliction militer guna mengurangi risiko insiden dan kecelakaan di Mediterania Timur,” kata kepala NATO Jens Stoltenberg dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Aljazeera.
“Yunani dan Turki adalah sekutu yang berharga, dan NATO adalah platform penting untuk konsultasi tentang semua masalah yang memengaruhi keamanan bersama kami,” imbuh Stoltenberg.
Akan tetapi, pada hari yang sama, menurut laporan berita yang mengutip sumber dari Kementerian Dalam Negeri Yunani, Yunani membantah bahwa pihaknya setuju untuk mengadakan pembicaraan yang ditengahi NATO dengan Turki.
Laporan itu mengatakan bahwa “de-eskalasi hanya akan dicapai dengan penarikan segera semua kapal Turki dari Yunani. landas kontinen.”
Selanjutnya, pada Jumat pagi waktu setempat, Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis mengatakan Yunani harus menghentikan ‘ancaman’ terhadap negaranya jika pembicaraan akan dimulai.
“Lepaskan ancaman sehingga kontak dapat dimulai,” kata Mitsotakis.
Sementara itu, pemerintah Turki mengatakan mendukung gagasan pembicaraan di NATO.
“Inisiatif ini didukung oleh negara kami,” kata kementerian luar negeri Turki dalam sebuah pernyataan, Kamis (3/9).
“Kami berharap Yunani mendukung inisiatif sekretaris jenderal NATO,” imbuhnya.
Pernyataan Turki itu menekankan bahwa pembicaraan hanya akan fokus pada menghindari kecelakaan dan tidak menyelesaikan perbedaan antara kedua belah pihak terkait perbatasan maritim dan hak eksplorasi energi.
Tetapi pengamat masih berharap pembicaraan itu setidaknya akan menawarkan pembukaan untuk dialog lebih lanjut antara kedua negara yang saling bertetangga itu.
Pernyataan Stoltenberg pada hari Kamis (3/9) itu muncul setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mendesak kedua pihak untuk mengurangi ketegangan dan membuka jalan diplomatik untuk meredakan ketegangan.
Pada gilirannya, minggu ini Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberikan pernyataan yang ‘menantang’. Ia mengatakan akan terus memperpanjang misi eksplorasi gas dan mengatakan Truki tidak akan terintimidasi oleh dukungan Yunani dari kekuatan militer Eropa seperti Prancis.
Turki sedang melakukan eksplorasi di wilayah Mediterania Timur karena pihaknya meyakini terdapt lokasi cadangan besar gas alam. Namun, wilayah itu diklaim oleh Siprus atau Yunani.
Untuk melakukan eksplorasi tersebut, Turki kemudian mengirimkan kapal bor peneliti energi di landas kontinennya sambil mengatakan bahwa Turki dan Republik Turki Siprus Utara (TRNC) memiliki hak eksplorasi hidrokarbon di wilayah tersebut.
UE telah berulang kali mendesak Turki untuk menghentikan kegiatan eksplorasi dan mengancam akan memberikan sanksi kepada Turki jika menolak untuk menyelesaikan perselisihan melalui dialog.
Di samping itu, Presiden Erdogan dan Kanselir Jerman Angela Merkel juga membahas situasi di Mediterania Timur dalam konferensi daring pada hari Kamis (3/9).
Kedua pemimpin itu sepakat mengenai ‘kebutuhan untuk mengurangi ketegangan regional,’ menurut juru bicara Merkel, Steffen Seibert.
Naun, sebuah pernyataan dari kantor Presiden Erdogan mengatakan bahwa ‘Presiden kami mengatakan tidak dapat diterima bagi beberapa negara untuk mendukung sikap Yunani yang egois dan tidak adil.’