Militer Klaim Ambil Alih Kekuasaan di Gabon Setelah Pemilu Kontroversial
Berita Baru, Jakarta – Sekelompok pejabat militer senior di Gabon menggemparkan negara pada Rabu (30/8/2023) pagi dengan mengklaim bahwa mereka telah merebut kekuasaan hanya beberapa menit setelah pengumuman kemenangan Presiden Ali Bongo dalam pemilihan untuk ketiga kalinya.
Mereka mewakili seluruh keamanan dan angkatan bersenjata Gabon, dan dalam sebuah siaran langsung di Gabon 24, saluran televisi nasional, mereka menyatakan bahwa hasil pemilu dibatalkan dan badan negara dibubarkan.
“Dalam situasi yang mengejutkan ini, kami merasa bahwa tindakan ini adalah satu-satunya cara untuk membela perdamaian dan integritas negara kami,” kata seorang perwira tinggi militer dalam pernyataan bersama yang dikutip dari Antara, Kamis (31/8/2023).
Belum ada komentar dari pemerintah Gabon, namun keadaan ini telah memicu kekhawatiran internasional. Prancis, mantan penguasa kolonial negara tersebut, mengatakan bahwa mereka tengah memantau situasi dengan cermat.
Para analis menganggap pengambilalihan kekuasaan ini sebagai kudeta potensial yang akan menambah daftar negara-negara di Afrika barat dan tengah yang mengalami instabilitas politik sejak tahun 2020. Kudeta sebelumnya telah terjadi di beberapa negara, termasuk Niger, Mali, Burkina Faso, dan Chad.
Keluarga Bongo telah lama memerintah Gabon, dan kritikus menuduh mereka tidak berbuat banyak untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
“Pemilihan ini jelas tidak adil. Kami berdiri di sini untuk menjaga kedamaian dan keadilan bagi warga Gabon,” tambah narasumber.
Sebelum pengumuman ini, sudah ada kekhawatiran terkait pemilihan tersebut, termasuk pengamat internasional yang kurang, penangguhan siaran berita asing, dan pembatasan internet. Situasi di ibukota terlihat cemas namun tenang setelah pengumuman tersebut.
Ketakutan akan meningkatnya instabilitas di wilayah ini telah dinyatakan oleh sejumlah pemimpin dunia. “Kami harus bekerja sama untuk mencegah situasi semakin memburuk,” kata Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa.
Kudeta ini menyoroti kerentanan demokrasi di wilayah ini dan menimbulkan keprihatinan tentang potensi konflik lebih lanjut di Afrika tengah. Sementara Bongo telah memenangkan pemilihan sebelumnya, transparansi proses pemilihan tetap menjadi masalah yang diperdebatkan.