Menyoal Besarnya Biaya Perawatan Pasien Covid-19
Berita Baru, Jakarta — Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto, telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging (PIE) Tertentu bagi Rumah Sakit (RS) yang menyelenggarakan pelayanan Virus Korona (Covid-19), tertanggal 06 April 2020.
Dengan Sukep Menkes tersebut, rumah sakit yang merawat pasien terkonfirmasi positif Covid-19 dapat mengajukan klaim ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sehingga pemerintah akan membiayai seluruh pelayanan, baik yang menjalani rawat inap maupun rawat jalan. Tentu pembiayaan yang diberikan sesuai standar pelayanan dalam panduan tata laksana kebutuhan medis pasien Covid-19.
Dari pengakuan Erick Thohir, dalam diskusi virtual, Jum’at (29/5), ternyata biaya perawatan pasien Covid-19 tidaklah murah. Menteri BUMN menyebutkan, satu pasien positif Covid-19 paling murah bisa sampai Rp105 juta, adapun yang paling mahal bisa mencapai Rp215 juta.
“Kalau kita lihat dari data-data, kena Covid itu per orang bisa Rp 105 juta. Kalau yang ada penyakit tambahan Rp 215 juta kalau enggak salah. Mahal banget,” kata ErickThohir.
Dengan besarnya biaya yang harus ditanggung pemerintah dalam menangani pasien Covid-19, belakangan justru viral video di media sosial, kabar adanya anggapan suap supaya anggota keluarganya yang meninggal terkonfirmasi sebagai pasien Covid-19.
Dalam video tersebut, salah satu perwakilan massa mengaku mendapat tawaran pecahan uang Rp 50 ribu tergulung rapi untuk memberi izin jenazah diurus dengan protokol Covid-19.
Lantas video viral tersebut mendapat klarifikasi dari pihak rumah sakit, Direktur RSU Pancaran Kasih dr. Franky Kambey mengatakan bahwa kejadian itu karena kesalahan komunikasi. Franky menuturkan, jenazah tersebut meninggal diproses secara agama Islam, itu sebabnya pengurus jenazah diberikan insentif uang Rp 500 ribu.
Karena kebetulan dalam ruangan ada salah satu anggota keluarganya yang ikut menyalatkan dengan APD lengkap, maka ia juga menerima uang yang disalah artikan sebagai upaya suap.
“Untuk menyalatkan pemuka agama yang beragama muslim. Biasanya kami ambil kebijakan tentu karena yang mengurus menanggung risiko. Maka menggunakan Level 3. Dan biasanya kami berikan insentif Rp 500 ribu. Kemudian yang terjadi tadi yang memandikan pemuka agama, memandikan, dan menyalatkan,” jelas Franky.
Video lain yang viral, adalah klasifikasi dari seorang perempuan yang mencegat mobil Gugus Tugas Covid-19 di Makassar saat membawa janazah ibunya. Dalam video tersebut, ayah dari perempuan itu menceritakan bahwa hasil swab tes istrinya negatif Covid-19, namun pihak rumah sakit tidak mengizinkan untuk dimakamkan secara normal.
Dia juga menjelaskan adanya praktek diskriminasi dalam memperlakukan pasien PDP Korona dengan menyebutkan beberapa data pasien berlatar belakang dosen dan aparat kepolisian. Hingga ia juga menaruh kecurigaan adanya desain data pasien Covid-19, mengingat soal SK menteri Keuangan yang menyiapkan dana sebesar 321 juta rupiah per pasien.
Tentu dengan dua kasus di atas, jangan sampai besarnya anggaran penanganan pasien Covid-19 justru dijadikan peluang mal medis agar rumah sakit dapat mengambil keuntungan.