Menkeu Sebut Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan Sangat Penting
Berita Baru, Jakarta – Peningkatan perlindungan konsumen menjadi sangat penting saat ini, seiring dengan industri jasa keuangan yang semakin kompleks, semakin dinamis, dan semakin rentan terhadap risiko baru.
Hal itu diungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam acara OJK-OECD Conference di Jakarta, yang digelar secara daring pada hari Kamis, 2 Desember 2021.
“Oleh karena itu kami juga menempatkan perlindungan konsumen dan literasi keuangan sebagai perhatian kami dalam pembahasan keuangan inklusif,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Ia menyebut penguatan sistem perlindungan konsumen perlu dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan konsumen.
Selain itu juga untuk meningkatkan kesadaran lembaga keuangan tentang pentingnya perlindungan konsumen, dan mencapai peningkatan kepercayaan publik terhadap sektor jasa keuangan.
Menkeu menyebutkan selama tahun 2018 sampai 2021 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menutup lebih dari 3.500 aktivitas pinjaman online (pinjol) ilegal.
Tingginya kasus aktivitas keuangan ilegal di Indonesia tidak terlepas dari literasi keuangan yang relatif rendah, di mana berdasarkan catatan OJK hanya sebesar 38,03 persen pada 2019, jauh lebih rendah dari indeks inklusi keuangan.
“Angka tersebut menunjukkan bahwa banyak masyarakat di Indonesia yang menggunakan jasa keuangan bahkan tanpa memiliki kemampuan untuk memahami atau memiliki literasi keuangan yang memadai,” ucap Sri Mulyani.
Oleh karena itu, Menkeu menilai seluruh pihak perlu meningkatkan literasi keuangan agar nasabah dapat memanfaatkan produk keuangan secara aman dan efektif, serta melindungi diri dari potensi penipuan dan kesalahan yang merugikan.
Dalam forum tersebut, Menkeu menekankan agar negara G20 perlu mengembangkan standar literasi keuangan dengan memberikan penilaian terhadap perangkat dan mengembangkan strategi serta program untuk mempromosikan pendidikan keuangan.
“Dengan terutama menyasar keluarga miskin, lanjut usia, masyarakat dengan pendidikan yang rendah, pemilik usaha kecil dan menengah, dan wanita,” tutur Menkeu Sri Mulyani.
“Ini semua adalah kelompok rentan yang dapat menjadi mangsa aktivitas keuangan ilegal,” tegasnya.
Lebih lanjut Menkeu menyarankan seluruh pihak perlu menemukan pendekatan yang lebih efektif untuk meningkatkan inklusi keuangan, terutama di tengah pandemi yang telah memaksa untuk mengubah dan menggunakan teknologi digital.
“Tetapi tidak secara otomatis diterjemahkan ke dalam inklusi keuangan, atau bahkan pada perlindungan konsumen dan literasi keuangan,” tukas Sri Mulyani.