Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

Menkes Gandeng PBNU untuk Maksimalkan Program Kesehatan sampai Akar Rumput



Berita Baru, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf bersama Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin meneken kerja sama atau menandatangani nota kesepahaman untuk penanganan serta menahan laju stunting di Indonesia.

Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dilangsungkan di Lantai 8 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, pada Rabu (14/12/2022).

“Kami tawarkan kepada pak menteri, kita punya orang-orang yang siap membantu membangun kemaslahatan di dalam masyarakat kita,” tutur Gus Yahya.

“Saya yakin ke depan, agenda-agenda yang ada dari Kemenkes, insyaallah akan bisa tersampaikan dan dieksekusi dengan baik melalui struktur di dalam NU,” imbuhnya.

Gus Yahya meyakini bahwa NU memiliki struktur kepengurusan yang bisa menjangkau masyarakat hingga ke lapisan paling bawah. Berbagai lembaga survei mencatat, jumlah warga NU mengokupasi sangat besar di dalam demografi Indonesia.

“Misalnya dari Alvara Research Center mengatakan bahwa NU itu meliputi 50,5 persen dari seluruh penduduk Muslim Indonesia. Ada lembaga survei lain menyatakan bahwa 50,3 persen dari seluruh populasi Indonesia. Jadi kita punya orang, banyak,” tegas Gus Yahya.

Prosesi penandatanganan MoU

Tentu saja, lanjutnya, agenda-agenda yang akan dijalankan NU hingga ke tingkat paling bawah itu bertujuan untuk membawa kemaslahatan.

“Ada banyak sekali agenda yang sangat potensial untuk bisa disalurkan melalui NU,” katanya.

Sementara itu, Menkes Budi mengakui kesulitan untuk menjangkau masyarakat akar rumput agar mendapat layanan kesehatan. Karenanya, ia meminta bantuan PBNU untuk bisa menyampaikan agenda-agenda kesehatan melalui Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).

Ia bercerita, saat sowan ke Gus Yahya, didapat informasi bahwa terdapat banyak warga NU yang ada di posyandu-posyandu. Hal ini kemudian dimanfaatkan Menkes Budi untuk melakukan revitalisasi posyandu sebagai bagian dari upaya penanaganan stunting.

“Posyandu itu dulu hanya mengurusi kesehatan bayi dan ibu. Sekarang mau kita geser fokusnya bukan hanya bayi dan ibu, tapi ibu, bayi, remaja, dewasa, bapak, sampai lansia. Pendekatan posyandu tetap ke keluarga,” tuturnya.

Misalnya petugas posyandu secara rutin datang ke rumah-rumah untuk mengecek kesehatan warga, termasuk melakukan cek kesehatan calon pengantin, dan sosialisasi usia ideal menjalani pernikahan agar anaknya kelak tidak stunting.

“Intinya adalah menjaga agar keluarga hidup sehat, bukan menyembuhkan anggota keluarga yang sakit. Menjaga hidup sehat itu jauh lebih murah daripada menyembuhkan orang sakit,” katanya.

Menkes Budi kemudian mengucapkan terima kasih karena telah membuka jalan kerja sama antara PBNU dan Kemenkes ini. Ia menegaskan bahwa kerja sama ini jangka panjang.

“Mudah-mudahan nanti (kerja sama) dalam hal stunting, kemudian imunisasi, dan kesehatan jiwa, nanti ngurusin diabetes, kanker juga. Pendekatan secata keluarga akan lebih enak,” katanya.

Data Stunting di Indonesia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan gizi buruk, terserang infeksi yang berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai.

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kemenkes, prevalensi stunting balita Indonesia mencapai 24,4 persen pada 2021. Artinya, hampir 1 dari 4 balita di Indonesia mengalami stunting.

Dengan demikian prevalensi stunting Indonesia termasuk dalam kelompok sedang menurut standar World Health Organizations (WHO).

Di beberapa provinsi, prevalensi stunting balita masih berada di atas 30 persen. Di antaranya Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan prevalensi stunting sebesar 37,8 persen, Sulawesi Barat sebesar 33,8 persen, Aceh sebesar 33,2 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 31,4 persen, Sulawesi Tenggara sebesar 30,2 persen, dan Kalimantan Selatan sebesar 30 persen.

Prevalensi stunting balita di Indonesia terus menunjukkan tren turun. Pada 2018, prevalensi balita stunting masih sebesar 30,8 persen. Kemudian, turun menjadi 27,7 persen pada 2019 dan terus turun menjadi 24,4 persen pada SSGI 2024. Pemerintah bahkan menargetkan turun menjadi 14 persen hingga akhir 2024. (Iz/ Lid)