Mengenal Sukur, Sepak Terjang dan Dedikasinya di Organisasi Banom NU
Berita Baru, Tulungagung – Nama lengkapnya Mukhamad Sukur. Ia lahir di Tulungagung pada 1 Mei 1983 silam dari keluarga dengan latar belakang NU secara kultural, sejak kecil dididik di lingkungan pendidikan formal berlatar belakang agama. Mulai dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), Rejotangan, Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Aryojeding, dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Tulungagung.
Usai jenjang pendidikan dasar sampai menengah atas itu, Sukur kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di kampus STAIN Tulungagung dengan mengambil jurusan hukum keluarga (S1), Manajemen Pendidikan (S2 & S3). Kini ia menjadi dosen tetap sembari mengabdi sebagai sekretaris program studi di Pascasarjana kampus almamaternya.
Sukur sapaannya, sepak terjangnya dalam berbagai organisasi Badan Otonom (Banom) Nahdlatul Ulama (NU) tidak bisa dianggap remeh. Tak seperti yang lainnya, ia menapaki karier mulai dari akar rumput, dari pengurus ranting IPNU sampai pengurus wilayah. Selesai berkhidmah di organisasi pelajar NU itu, semasa menjadi mahasiswa ia juga aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mulai dari pengurusan rayon sampai dengan cabang. Selepas itu ia melanjutkan mengabdi di Gerakan Pemuda (GP) Ansor.
“Saya selalu berusaha menapaki jenjang kaderisasi di organisasi mulai IPNU, PMII smpai Ansor itu dari bawah, akar rumput, agar bisa menyelaminya dan mendapatkan pengalaman yang banyak dan berharga,” ujar Sukur kepada tim redaksi.
Demi mendapat pengalaman yang cukup, pengadiannya di Ansor ia rintis mulai dari bawah, menjadi ketua Ranting Ansor Desa Tanjungsari. Selama menjadi ketua ranting itu, Sukur totalitas untuk menghidupkan pengurus yang tadinya memang vakum. Atas perjuangan, dedikasi, dan loyalitasnya, ranting yang ia pimpin akhirnya berkembang.
“Selepas dari IPNU dan PMII, di ranting Ansor Tanjungsari, saya mulai dari nol lagi. Menghidupi ranting dengan kegiatan-kegiatan agar banyak yang tertarik ikut Ansor,” terang pria yang sehari-hari berprofesi akademisi ini.
Menjadi seorang aktivis di lingkungan NU sejak kecil, membuat Sukur sadar bahwa tongkat estafet organisasi harus terus dijaga. Oleh sebab itu, meski di tengah kesibukan yang luar biasa sebagai akademisi, ia sampai saat ini tetap berkhidmah untuk umat di Ansor. Bagi Sukur, berjuang dan mengabdi di lembaga-lembaga NU, khususnya Ansor adalah panggilan hati dan bentuk ikhtiar kita meneruskan perjuangan para kiai dalam mengabdi untuk umat Islam khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Oleh sebab itu, selama mengabdi ia tak pernah pamrih apa pun. Setiap proses ia jalani dan nikmati semata-mata sebagai sebuah proses dan bentuk tanggung jawab amanah organisasi.
“Mau jadi apa pun di sebuah organisasi, harus kita nikmati dan lakukan sepenuh hati. Totalitas dan dedikasi adalah kunci,” tutup Sukur.