Membocorkan Keberadaan Soelaimani, Mata-mata AS di Iran Dihukum Mati
Berita Baru, Internasional – Pada Selasa (9/6), juru bicara pengadilan Iran Gholamhossein Esmaili mengatakan bahwa pengadilan Iran akan mengeksekusi mati Mahmoud Mousavi Majd yang merupakan mata-mata Amerika Serikat (AS) dan Mossad (dinas intelijen Israel).
Esmaili menyampaikan hal tersebut melalui jumpa pers di Teheran yang disiarakan dalam televisi nasional.
Mousavi diduga terlibat membantu memata-matai pasukan bersenjata Iran, terutama pasukan Quds dan diduga memberikan informasi keberadaan almarhum Jenderal Qasem Soleimani kepada CIA.
“Mahmoud Mousavi-Majd, salah satu mata-mata untuk CIA dan Mossad telah dijatuhi hukuman mati. Dia memberikan keberadaan sang martir Soleimani kepada musuh-musuh kita,” ujar Esmaili seperti dilansir Sputnik.
Pernyataan Esmaili tersebut muncul setelah majalah Newsweek pada akhir Maret mengutip beberapa sumber anonim dan melaporkan bahwa hanya sedikit orang yang tahu tentang pembunuhan Soleimani oleh pesawat AS MQ-9 Reaper di Irak awal tahun ini.
Menurut sumber anonim tersebut, pembunuhan Soleimani dilakukan dalam operasi yang sangat rahasia. Bahkan satelit mata-mata militer AS sendiri, yang disebut “sarana teknis nasional” atau national technical means (NTM), tidak tahu sama sekali tentang posisi drone yang membunuh Soleimani.
Lebih lanjut, mengutip Sputnik, salah satu sumber anonim tersebut mengklaim bahwa “tidak ada trek GPS pada MQ-9 Reaper saat menuju Bandara Internasional Baghdad, juga tidak ada indikasi penerbangannya di sistem radar.”
Pembunuhan Jenderal Soelaimani terjadi pada 3 Januari. Sebagai kepala Pasukan Quds (Korps Pengawal Revolusi Iran), Jenderal Soleimani terbunuh di Bandara Internasional Baghdad dalam serangan pesawat nir-awak AS yang secara langsung diperintahkan oleh Presiden Donald Trump.
Pembunuhan itu menyebabkan hubungan AS dan Iran semakin panas. Beberapa hari setelah pembunuhan Jenderal Soelaimani, Iran merespons dengan meluncurkan serangan udara terhadap dua pangkalan militer Irak yang menampung pasukan AS.
Awalnya, serangan balasan Iran tersebut dikabarkan tidak menyebabkan cedera serius atau bahkan kematian. Namun, muncul laporan dari Pentagon bahwa serangan balasan Iran tersebut mengakibatkan sedikitnya 109 tentara AS menderita cedera otak traumatis.
Sebelumnya, hubungan antara Iran dan AS mulai memanas sejak keputusan sepihak Presiden Trump yang mengintruksikan AS untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran 2015 atau JCPOA.
Di samping itu, AS juga mengaktifkan kembali sanksi ekonomi yang keras terhadap Iran pada 8 Mei 2018. Sebagai balasan, Teheran menyatakan bahwa mereka mulai menangguhkan sebagian kewajibannya dalam perjanjian JCPOA tepat setahun kemudian.