Memasuki Bulan ke-5 Invasi, CSIS Ungkap Dampak Sanksi Barat terhadap Rusia Mulai Mereda
Berita Baru, Washington – Sejumlah negara Barat, dengan dipimpin oleh Amerika Serikat, berkomitmen untuk memberikan sanksi, seperti embargo minyak dan energi, kepada Rusia setelah invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Sanksi-sanksi tersebut dilakukan dengan ‘harapan’ dapat memaksa Presiden Vladimir Putin menghentikan invasinya.
Di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengapresiasi sanksi-sanksi yang telah dikeluarkan oleh sejumlah negara dan sejumlah perusahaan.
Namun, hari ini, 24 Juni 2022, genap 4 bulan setelah invasi, Rusia masih terus menggempur Ukraina dengan kekuatan militer yang tidak ada habisnya.
Beberapa pengamat mengatakan sanksi-sanksi itu tidak berdampak pada perekonomian Rusia. Bahkan beberapa negara terlihat mulai ‘kapok’ untuk memberikan sanksi.
Lembaga think tank Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di Washington dalam laporan yang berjudul Strangling the Bear? The Sanctions on Russia after Four Months terbit pada Rabu (22/6) menilai bahwa dampak keuangan jangka pendek dari sanksi terhadap ekonomi Rusia cukup besar tetapi tampaknya telah mereda sejak Mei.
“Bank Sentral Rusia (CBR) memprioritaskan menstabilkan nilai tukar setelah gelombang pertama sanksi … CBR menggandakan suku bunga acuannya menjadi 20 persen setelah perang dimulai, tetapi setelah pertengahan April, CBR mulai memangkas suku bunga secara bertahap … dan pada pertengahan Juni, tingkat suku bunga dan likuiditas sektor perbankan telah kembali ke tingkat sebelum perang,” kata Rekan Senior, Program Ekonomi CSIS, Gerard DiPippo dalam laporannya.
Sebagian besar pengamat memperkirakan PDB Rusia akan berkontraksi sekitar 10 persen tahun ini dan 1,5 persen tahun depan. Indeks harga konsumen resmi Rusia melonjak hampir 11 persen dari pertengahan Februari hingga awal Mei. “Sejak itu, hampir datar, mungkin sebagian karena penguatan rubel telah membantu menjaga biaya impor tetap rendah, bahkan jika ada kekurangan.”
“Berkurangnya akses ke teknologi impor, dikombinasikan dengan eksodus perusahaan asing dan pekerja terampil Rusia, akan menjadi hambatan jangka panjang pada ekonomi Rusia. Departemen Perdagangan AS mengklaim bahwa ekspor chip global ke Rusia turun 90 persen, dengan 38 negara memberlakukan kontrol ekspor,” imbuh DiPippo.
CSIS juga mencatat bahwa banyak perusahaan asing “menjatuhkan sanksi sendiri” dengan membatasi operasi atau meninggalkan Rusia, bahkan jika tidak diwajibkan secara hukum.
“Sekolah Manajemen Universitas Yale, yang melacak lebih dari 1.350 perusahaan asing di Rusia, memperkirakan bahwa pada pertengahan Juni, 12 persen mengurangi operasi, 35 persen menangguhkan operasi, dan 24 persen telah mengumumkan bahwa mereka akan mundur seluruhnya,” kata DiPippo.
Atas hal tersebut, CSIS juga mengingatkan bahwa banyak aksi sanksi yang membekukan sebagian besar aset luar negeri Rusia, Rusia terus menerima pendapatan dari ekspor energinya.
Pendapatan minyak dan gas menyumbang 47 persen dari pendapatan federal Rusia dari Januari hingga Mei tahun ini, meskipun produksi minyak Rusia turun pada April.
Namun, pendapatan migas meningkat hingga 80 persen. “Rusia masih menghasilkan sekitar $ 1 miliar per hari dalam pendapatan ekspor dari minyak dan gas, sekitar setengahnya mengalir langsung ke kas Moskow”.
Sementara ekonomi maju di Barat sebagian besar mendukung sanksi, ekonomi pasar berkembang atau berkembang umumnya menentangnya, bahkan jika secara diplomatis mengutuk invasi Rusia.
Namun, sejauh ini hanya ada sedikit indikasi pelanggaran sanksi, termasuk dari perusahaan China, karena perusahaan di negara ketiga takut akan sanksi sekunder
“China dan India telah menjadi dua pembeli utama minyak laut Rusia yang seharusnya pergi ke Eropa. Hampir setengah dari minyak Rusia di kapal tanker sekarang dikirim ke Asia, dan volume keseluruhan ekspor minyak lintas laut Rusia stabil,” catat CSIS.
Pada awal bulan Juni kemarin, beberapa negara yang tergabung dengan Uni Eropa mulai merasakan dampak dari sanksi mereka kepada Rusia. Memberikan sanksi kepada Rusia, ‘seakan’ menjadi ‘senjata makan tuan’.
Presiden Parlemen Eropa, Roberta Metsola pada akhir Mei menyebut ketidakpastian di dalam UE sebagai “sinyal terburuk yang bisa kami tunjukkan”, sementara Ukraina saat ini membutuhkan “harapan dan prospek.”
Presiden Zelensky mengatakan Rusia berusaha memecah belah Uni Eropa. “Sekarang kami mengamati bagaimana serangan Rusia di Donbas menghancurkan kota-kota kami dan pada saat yang sama persatuan Eropa runtuh,” katanya, seperti dikutip dari CNN.
CSIS dalam laporannya menyarankan agar ke depan mulai mempertimbangkan melarang perusahaan asuransi Barat melindungi kapal tanker yang membawa minyak Rusia.
“Kapal secara komersial diharuskan memiliki asuransi. Paket sanksi keenam Uni Eropa mencakup larangan asuransi semacam itu, yang akan berlaku dalam enam bulan.”
Selain itu, CSIS juga memberikan opsi lain untuk lebih menekan Rusia, yaitu menyerukan agar negara-negara yang bersekutu dengan Rusia mengoordinasikan impor minyak mereka dan menetapkan harga maksimum yang mereka bayar untuk minyak Rusia.
“Ini akan memungkinkan minyak terus mengalir tetapi mengurangi pendapatan yang diterima Moskow dari ekspor tersebut. Ide ini mungkin akan dibahas pada KTT G7 di Jerman pada akhir Juni,” tambah DiPippo.