Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Masyarakat Adat Malind
Masyarakat Adat Malind yang menjadi korban penggusuran dan penyerobotan Tanah Adat melangsungkan Audiensi bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada hari Senin (2/12/2024). Foto: YLBHI

Masyarakat Adat Malind Tolak Proyek PSN yang Dinilai Langgar HAM dan Merusak Lingkungan



Berita Baru, Merauke – Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mencakup program cetak sawah serta swasembada gula dan bioetanol di wilayah Merauke kembali menuai kecaman. Dalam audiensi yang digelar pada Senin (2/12/2024) di Auditorium Kantor Bupati Merauke, perwakilan masyarakat adat Malind bersama aktivis HAM dan lingkungan menyampaikan penolakan tegas terhadap kebijakan tersebut kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Audiensi ini dihadiri oleh Ketua Komite II DPD RI, Badikenita Br, Wakil Ketua III Komite II DPD RI, A. Abd. Waris Halid, dan dua anggota DPD RI asal Papua Selatan. Perwakilan masyarakat adat dari delapan distrik terdampak, termasuk Distrik Ilwayab, Tubang, Okaba, Eligobel, Sota, Nguti, Kimaam, dan Padua, bersama sejumlah marga pemilik hak ulayat, menyuarakan keprihatinan mereka atas dampak proyek yang dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM) dan merusak lingkungan hidup.

Dalam pernyataannya, Teddy Wakum dari LBH Papua yang juga juru bicara Solidaritas Merauke, menegaskan bahwa proyek PSN Merauke dijalankan tanpa melibatkan masyarakat adat. “Kebijakan ini tidak mengacu pada prinsip FPIC (Free, Prior, and Informed Consent). Tidak ada persetujuan bebas dari masyarakat adat, sementara kawasan hutan, rawa, savana, dan lahan gambut digusur secara paksa,” ujar Wakum.

Ia juga menyebutkan bahwa proyek ini telah menghilangkan sumber penghidupan dan tempat sakral masyarakat adat, dengan lebih dari 10.000 hektar lahan hutan dan gambut yang dirusak. “Jumlahnya bahkan bisa mencapai jutaan hektar,” tambahnya. Selain itu, masyarakat melaporkan keberadaan aparat militer yang mendukung proyek tersebut telah menyebabkan rasa tidak aman dan tekanan psikologis.

Dalam audiensi, masyarakat adat Malind menyampaikan beberapa tuntutan kepada DPD RI:

  1. Mendesak Presiden RI serta kementerian terkait untuk segera menghentikan PSN di Merauke.
  2. Meminta pengumuman hasil kunjungan kerja DPD RI ke media nasional dan daerah.
  3. Menuntut perlindungan hak-hak dasar masyarakat adat serta keberlanjutan lingkungan hidup.

“Kami menilai kebijakan ini bertentangan dengan UUD 1945 dan undang-undang terkait HAM, hak masyarakat adat, dan lingkungan hidup,” jelas Wakum.

Menanggapi audiensi ini, Ketua Komite II DPD RI, Badikenita Br, menyatakan akan membawa aspirasi masyarakat Malind ke tingkat nasional. “Kami memahami keprihatinan masyarakat adat dan berkomitmen untuk menyampaikan rekomendasi hasil kunjungan kerja ini kepada Presiden dan kementerian terkait,” ujarnya.

Sebelumnya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada Rabu (4/12/2024) juga merilis pernyataan mendukung masyarakat adat Malind. YLBHI meminta DPD RI mendesak pemerintah untuk menghentikan proyek yang dinilai melanggar aturan ini. “Kami mendukung penuh penolakan masyarakat adat terhadap proyek PSN Merauke yang dilakukan tanpa prinsip HAM dan kajian lingkungan memadai,” tegas YLBHI.

Dengan semakin banyaknya suara yang menyerukan penghentian proyek, masyarakat adat Malind berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk melindungi hak-hak mereka dan lingkungan hidup di wilayah Merauke.