Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Tambang Ilegal

Marak Tambang Ilegal, Pemprov DIY Ambil Tindakan Tegas



Berita Baru, Yogyakarta – Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengambil langkah tegas dengan menutup tambang ilegal yang marak beroperasi di berbagai kabupaten dan kota di provinsi tersebut. Langkah ini diambil setelah munculnya banyak aduan dari masyarakat dan meluasnya perbincangan di media sosial mengenai dampak negatif aktivitas tambang ilegal, khususnya galian C. Aktivitas tambang ilegal ini menjadi perhatian serius Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X karena beberapa di antaranya mengancam kawasan lindung karst dan pemukiman warga, terutama di Kabupaten Gunungkidul.

Pada awal Juli lalu, Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono X menginstruksikan penindakan tegas terhadap semua penambangan ilegal di wilayah DIY. Menindaklanjuti instruksi ini, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya Mineral (PUPESDM) DIY segera melakukan penutupan terhadap empat lokasi penambangan ilegal.

“Penutupan kami lakukan bersama dengan melibatkan sejumlah OPD Pemda DIY dan Direktorat Kriminal Khusus Polda DIY. Saat proses penutupan, kami sampaikan kegiatan penambangan harus berhenti sebelum dokumen perizinan dilengkapi, dan pihak perusahaan menyanggupinya,” ujar Kepala Dinas PUPESDM DIY, Anna Rina Herbranti, Rabu (17/7/2024)

Tiga dari empat lokasi penambangan yang ditutup berada di Kabupaten Gunungkidul, tepatnya di Kalurahan Serut, Kalurahan Rejosari di Kapanewon Gedangsari, dan Kalurahan Tancep di Kapanewon Ngawen. Satu lokasi lainnya berada di Kalurahan Sitimulyo, Kapanewon Piyungan, Kabupaten Bantul. Selain itu, Dinas PUPESDM DIY juga menerbitkan surat penghentian aktivitas tambang ilegal di 32 lokasi lainnya di DIY, dengan lokasi terbanyak berada di Kabupaten Kulon Progo sebanyak 15 titik, Bantul 11 titik, serta masing-masing tiga titik di Gunungkidul dan Sleman.

Anna menjelaskan proses penutupan ini juga melibatkan penandatanganan berita acara pengawasan dan penyerahan surat imbauan agar aktivitas penambangan dihentikan. Meskipun beberapa perusahaan telah mengantongi izin dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal, dokumen lingkungan belum terpenuhi sehingga aktivitas penambangan harus dihentikan hingga dokumen tersebut dilengkapi.

“Jadi kami tidak hanya menghentikan aktivitas pertambangan saja, tapi juga mewajibkan Perusahaan penambangan menata laham kembali,” kata Anna.

Anna juga menegaskan pentingnya peran pengawasan dari pemerintah kabupaten, terutama Dinas Lingkungan Hidup dan Satpol PP Kabupaten, dalam mengawasi dan mengatasi tambang ilegal.

Sementara itu, Staf Advokasi Walhi DIY, Rizki Abiyoga, menilai bahwa maraknya tambang ilegal di DIY disebabkan oleh lemahnya pengawasan pemerintah daerah dan meningkatnya permintaan material untuk proyek besar seperti pembangunan jalan tol Yogyakarta-Solo.

“Pada tahun 2023, kami menemukan fakta bahwa pemborong yang bertanggung jawab pada pembangunan Jalan tol Yogyakarta-Solo menerima material-material hasil tambang tanpa mempertanyakan izin dan asal material tersebut,” tutur Rizki.

Rizki juga menyoroti ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup masyarakat akibat aktivitas tambang ilegal, seperti krisis air bersih, tanah longsor, banjir, dan hilangnya tanah produktif untuk pertanian. Oleh karena itu, ia menggarisbawahi pentingnya regulasi yang jelas untuk memastikan aktivitas penambangan tidak merusak lingkungan dan mengancam kesejahteraan masyarakat.