Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Sidang Mahkamah Rakyat luar Biasa
Sidang Mahkamah Rakyat luar Biasa

Mahkamah Rakyat Luar Biasa Tuntut Pertanggung Jawaban Kebijakan Inkonstitusional Jokowi



Berita Baru, Jakarta – Sebagai bentuk rasa kekecewa terhadap berbagai persoalan inkonstitusional yang terjadi sepanjang rezim Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), kelompok masyarakat sipil menggelar Mahkamah Rakyat Luar Biasa di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, pada Selasa (25/6/2024).

Mahkamah Rakyat ini bertujuan untuk memanggil tergugat, yakni Rezim Jokowi, untuk hadir dan mempertanggungjawabkan berbagai kebijakan yang diterbitkan, namun dianggap melanggar hak-hak konstitusional rakyat. Surat panggilan telah dilayangkan kepada Presiden Jokowi dan berbagai partai politik yang telah mendukung atau membiarkan kebijakan yang berdampak buruk bagi rakyat. Panggilan tersebut dikirimkan melalui surat resmi dan akun-akun resmi media sosial para tergugat.

Juru Bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Edy Kurniawan, menyampaikan bahwa upaya ini dilakukan karena secara empiris Rezim Jokowi telah membiarkan dan bahkan secara sengaja menyebabkan terbajaknya lembaga-lembaga negara oleh kepentingan sempit demi kekuasaan dan profit jangka pendek serta akumulasi kekuasaan para oligarki atau state-capture.

“Terbajaknya lembaga-lembaga negara tersebut pada akhirnya menghasilkan berbagai kebijakan yang secara langsung atau tidak langsung, melanggar hak-hak konstitusional rakyat sebagaimana dijamin dalam Konstitusi Republik Indonesia,” ujar Edy.

Edy juga menilai bahwa ruang bagi rakyat untuk mendapatkan keadilan semakin sempit, karena lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif telah terbajak. Menurutnya, rakyat dibuat tidak berdaulat. “Rezim Jokowi telah jelas-jelas menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan, mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi,” tegasnya.

Rezim Jokowi bakal dimintai pertanggungjawaban atas sembilan isu kebijakan yang merugikan hak-hak konstitusional rakyat dan membuat rakyat semakin rentan di hadapan berbagai ancaman krisis multi-dimensi. “Kebijakan yang merampas ruang dan menyingkirkan masyarakat, memperparah sistem kerja yang memiskinkan dan menindas pekerja, serta membajak legislasi dan militerisasi,” tambah Edy.

Di tengah makin sempitnya ruang demokrasi dan keadilan, Edy menyatakan bahwa Mahkamah Rakyat Luar Biasa dapat menjadi alat untuk menagih akuntabilitas publik dari Rezim Jokowi.

Sementara itu, salah seorang penggugat dalam Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Bivitri Susanti, menyoroti masalah legislasi sebagai persoalan paling terlihat dari bermasalahnya Rezim Jokowi. “Melalui pembuatan berbagai UU, terdapat hak-hak rakyat yang seharusnya diberikan justru dibatasi,” kata Bivitri.

Bivitri, Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Indonesia, menyebut berbagai UU bermasalah seperti UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU, UU No.3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, dan UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Banyak sekali tindakan Jokowi yang salah tapi dijustifikasi lewat UU. Kami ingin angkat dengan jelas dan mengurai yang selama ini terjadi dengan selubung legalisme dan menyatakan sudah sah dan taat hukum padahal tidak adil,” pungkas Bivitri.