Lukas Ditangkap Paksa KPK, Mahfud Minta Tak Dipertentangkan dengan HAM
Berita Baru, Jakarta – Menkopolhukam Mahfud MD minta semua pihak tidak mempertentangkan penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Mahfud, penangkapan terhadap Lukas Enembe oleh KPK murni karena langkah penegakan hukum yang sudah lama didiskusikan, namun selama ini selalu tertunda.
“Jadi ini sama sekali tidak ada kepentingan, selain urusan hukum. Kasusnya sudah terbuka terang benderang, masalahnya apa? itu sudah diumumkan oleh KPK,” kata Mahfud MD dalam konferensi persnya di kantor Kemenkopolhukam di Jakarta pada Rabu (11/1).
Oleh sebab itu Mahfud pun meminta semua pihak memahami bahwa penangkapan terhadap Lukas Enembe merupakan karena kasus suap yang menjeratnya, bukan hal lain.
“Oleh sebab itu semua pihak supaya memahami ini. Jangan lagi dipertentangkan antara penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM),” tuturnya.
Mantan Ketua MK itu menjelaskan terkait terlambatnya penangkapan Lukas Enembe. Mahfud menyebut dikarenakan Lukas menyatakan diri dan dinyatakan dokter yang dipilih sendiri, sedang sakit.
Sementara didalam hukum, orang sakit tidak boleh dipaksa, lebih-lebih ditahan dan itu harus meminta rujukan dokter. Hal ini, menurut Mahfud, yang membuat KPK menunda penangkapan Lukas.
Akan tetapi, dalam perjalanannya Lukas diketahui melakukan aktivitas seperti orang yang tidak sakit, diantaranya meresmikan gedung dan kegiatan lain.
“Sehingga berkonsultasi dengan saya, membicarakan dengan saya Ketua KPK pada tanggal 5 Januari 2023 sore, diputuskan bahwa Lukas Enembe ditangkap. Dengan tetap, dengan tetap memperhatikan sepenuhnya atas perlindungan hak asasi manusia,” kata Mahfud.
Oleh sebab, Mahfud menekankan, jika nanti Lukas Enembe dinyatakan sakit oleh dokter, KPK bertanggung jawab untuk menempatkannya di rumah sakit atau membantarkannya ke rumah sakit.
“Kalau kata dokter memang harus di rumah sakit. Bahkan walaupun harus keluar negeri. Misalnya, keahlian itu ada di singapur, pemerintah juga bisa mengantar dan mengawal ke singapur. Tidak boleh berangkat sendiri,” tegasnya.
Diketahui, KPK telah menetapkan Lukas Enembe bersama Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka (RL) sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua.
Lakka diduga menyerahkan uang kepada Enembe sekitar Rp1 miliar setelah terpilih mengerjakan tiga proyek infrastruktur di Pemprov Papua, yakni proyek multiyears peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Selain itu juga proyek multiyears rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar, serta proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
KPK juga menduga tersangka Lukas Enembe telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. Saat ini, KPK sedang mengembangkan lebih lanjut soal penerimaan gratifikasi itu.
Untuk tersangka Lakka, KPK telah menahan dia selama 20 hari pertama, terhitung pada 5-24 Januari 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.