LBH Makassar Represi Aparat Pasca Aksi Protes Mahasiswa Papua di Makassar
Berita Baru, Makassar – Seruan keadilan menggema dari depan Asrama Kamasan Papua pada 2 Desember 2024, saat mahasiswa Papua menggelar aksi memperingati 63 tahun deklarasi kemerdekaan West Papua. Namun, aksi damai ini berubah mencekam ketika aparat keamanan merespons dengan tindakan represif, termasuk penangkapan, pemukulan, dan penggunaan kekuatan berlebihan.
Laporan dari LBH Makassar menyebutkan bahwa tiga orang ditangkap dalam insiden tersebut, salah satunya adalah asisten pengabdi bantuan hukum LBH Makassar yang tengah memantau aksi. “Polisi menarik paksa salah satu massa aksi, menyusul tendangan dan pukulan menggunakan pentungan,” ungkap Wilman, anggota LBH Makassar yang berada di lokasi.
Menurut Kepala Divisi Riset, Dokumentasi, dan Kampanye LBH Makassar, Salman Azis, tindakan represif terhadap mahasiswa Papua bukan hal baru. “Sejak 2018, kami mencatat represivitas terhadap aksi mahasiswa Papua semakin masif. Polisi kerap menggunakan alasan keamanan untuk membatasi hak menyampaikan pendapat. Padahal, seharusnya mereka menangani sumber masalah, bukan membungkam suara rakyat,” ujarnya.
Aksi yang dimulai sekitar pukul 10.00 WITA belum mencapai titik demonstrasi ketika massa dihadang oleh aparat bersenjata lengkap. Gas air mata, tembakan peluru karet, dan pukulan pentungan membuat massa berhamburan. Situasi semakin memanas dengan kehadiran 15 mobil polisi, 1 unit water cannon, dan ratusan aparat gabungan dari Polrestabes Makassar, Brimob Polda Sulsel, dan TNI.
“Kami hanya ingin menyampaikan pendapat di muka umum, ini hak asasi manusia yang dijamin oleh pasal 28E UUD 1945. Tindakan aparat seperti ini adalah bentuk pembungkaman yang tidak seharusnya terjadi,” tegas Hutomo Mandala Putra, salah satu pengamat hukum dari LBH Makassar.
Demonstrasi ini digelar oleh Forum Solidaritas Mahasiswa dan Pelajar Peduli Rakyat Papua (FSMP-PRP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP). Mereka membawa 16 tuntutan utama, di antaranya:
- Hentikan program transmigrasi yang dianggap mencerabut hak masyarakat asli Papua.
- Cabut dan tolak Otonomi Khusus serta pembentukan daerah otonomi baru.
- Tarik militer dari seluruh wilayah Papua dan hentikan operasi militer.
- Berikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa Papua.
- Hentikan proyek-proyek strategis nasional yang merampas tanah adat rakyat Papua.
Selebaran aksi juga menyoroti isu lain, termasuk kasus pelanggaran HAM, penolakan terhadap PT Freeport dan proyek penanaman tebu di Merauke, serta permintaan untuk mengakhiri politik rasial dan diskriminasi terhadap rakyat Papua.
LBH Makassar mengecam keras tindakan aparat yang dinilai tidak proporsional dan melanggar hak konstitusional massa aksi. “Tindakan ini tidak menunjukkan adanya perlindungan terhadap demonstran. Mereka yang menyampaikan pendapat secara damai malah diperlakukan layaknya ancaman keamanan,” tambah Salman.
Situasi ini menambah panjang daftar insiden kekerasan terhadap mahasiswa Papua yang memperjuangkan hak-haknya. LBH Makassar menyerukan evaluasi terhadap penanganan aksi unjuk rasa oleh aparat, serta pemenuhan hak-hak dasar mahasiswa Papua yang diatur oleh hukum dan konstitusi Indonesia.