LBH Makassar Kecam Dugaan Keterlibatan Aparat dalam Konflik Warga Luwu dengan PT Masmindo
Berita Baru, Makassar – Laporan terkait dugaan kekerasan oleh aparat keamanan dalam konflik lahan antara warga Luwu dan PT. Masmindo Dwi Area kembali menyeruak. Peristiwa tersebut terjadi ketika PT. Masmindo melakukan penebangan paksa terhadap pohon cengkeh di lahan milik seorang warga bernama Cones, sebelum masa panen selesai. Menurut istri Cones, PT. Masmindo menebang setidaknya 48 batang pohon cengkeh yang siap panen. “Pohon yang tumbang masih sempat kami ambil buahnya, karena memang masa panen mereka masuk,” ujarnya, dilansir dari siaran pers yang diterbitkan oleh LBH Makassar pada Selasa (5/11/2024).
Warga yang merasa terancam haknya kemudian melaporkan kejadian ini ke Ombudsman Sulsel dan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulsel. LBH Makassar yang turut mendampingi warga menyebut tindakan penyerobotan ini tidak hanya melibatkan perusahaan, tetapi juga aparat keamanan yang dianggap berpihak kepada PT. Masmindo. Menurut LBH Makassar, aparat Brimob dan TNI yang hadir justru membantu perusahaan dalam aksi penebangan paksa tersebut.
“Kami bertanya kepada Kepala Desa, apakah bisa diterbitkan surat keterangan penguasaan tanah untuk lahan kami, namun Kepala Desa bilang tidak berani tanpa seizin perusahaan,” jelas Cones, menyoroti peran pemerintah desa yang tidak mau mengeluarkan Surat Keterangan Tanah karena alasan izin dari perusahaan.
Selain itu, menurut Hasbi Assidiq dari PBH YLBHI-LBH Makassar, warga memiliki hak atas tanah karena telah menguasai dan memanfaatkannya sejak lama. “Pak Cones juga merupakan warga yang lahir di Rante Balla, sehingga memiliki hak atas tanah untuk memanfaatkan lahan tersebut,” jelas Hasbi.
Dalam laporannya ke Propam, warga mengungkapkan bahwa aparat kepolisian di lokasi, termasuk IPTU Fadhly dan beberapa anggota Brimob, tidak melindungi warga yang lahannya diserobot. Warga bahkan merasa dihalangi untuk mempertahankan tanamannya. LBH Makassar menyatakan tindakan aparat yang dianggap abai ini melanggar Pasal 12 huruf A dan I dalam Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri, yang mengharuskan aparat tidak bersikap diskriminatif dan siap melindungi masyarakat.
“Tindakan sepihak ini menyalahi aturan, menggandeng kekuatan aparat secara berlebihan, dan merusak tanaman warga, hingga mengakibatkan kerugian,” ungkap Hasbi Assidiq. Ia juga menegaskan bahwa meski PT. Masmindo memiliki konsesi Kontrak Karya, hak tersebut bukanlah bukti kepemilikan tanah, dan perusahaan wajib menyelesaikan penguasaan tanah dengan cara musyawarah. “Penetapan konsesi tanpa pemberitahuan kepada warga yang menguasai lahan adalah tindakan melawan hukum dan tidak menghormati hak-hak warga. Dalam Undang-Undang Minerba ditegaskan bahwa Izin Usaha Pertambangan bukan merupakan hak kepemilikan atas tanah,” tutupnya.
Warga Luwu yang merasa terzalimi kini berharap tindakan nyata dari aparat untuk melindungi hak mereka dan mengusut dugaan pelanggaran hukum dalam konflik lahan ini.