Laporan SAFEnet Ungkap Masalah Ancaman Keamanan Digital di Indonesia
Berita Baru, Jakarta – Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) memperingatkan bahwa keamanan ruang digital di Indonesia masih dalam kondisi memprihatinkan pada tahun 2024.
Dalam laporannya, SAFEnet menegaskan bahwa isu keamanan dan hak-hak digital belum menjadi perhatian utama di Tanah Air, sehingga insiden keamanan digital dan pelanggaran hak-hak digital terus terjadi.
Laporan kuartal III-2024 mencatat sebanyak 80 insiden keamanan siber, meskipun jumlah tersebut menurun 10 insiden dibandingkan kuartal sebelumnya.
“Laporan ini hanya ikhtiar untuk terus-menerus mengingatkan pentingnya peran negara dalam mewujudkan ranah digital yang lebih setara, bebas, aman, dan inklusif bagi setiap warga,” ungkap Koordinator SAFEnet, Anton Muhajir, dalam penjelasannya pada Rabu (30/10/2024).
Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan bahwa serangan siber tertinggi terjadi pada tahun 2021, mencapai 1,6 miliar insiden saat pandemi Covid-19 melanda. Meskipun tren serangan siber menurun, pada tahun 2022 masih tercatat 976,42 juta serangan, dan 403,99 juta serangan pada tahun 2023. Kaspersky juga memasukkan Indonesia dalam daftar sepuluh target serangan siber global, dengan proyeksi kerugian mencapai US$ 9,5 triliun per hari pada tahun 2024.
Kepala BSSN, Hinsa Siburian, memperingatkan bahwa ancaman kejahatan siber semakin meningkat dan beragam. “Hal ini dipicu oleh makin maju dan canggihnya perkembangan teknologi digital dan teknik serangannya siber oleh para penjahat siber (hacker),” jelasnya.
SAFEnet juga melaporkan bahwa serangan digital paling banyak menyasar platform media sosial, dengan Instagram dan WhatsApp menjadi yang paling sering mengalami insiden.
Selain itu, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid berkomitmen untuk menyelesaikan isu keamanan ruang digital di Indonesia.
“Karena saya perempuan, saya juga menambah program, bagaimana internet ramah anak, bagaimana anak-anak kita bisa terlindungi, human trafficking atau trafficking anak, pornografi anak, kekerasan anak, itu juga akan menjadi fokus dalam pembenahan ulang ruang digital,” ujar Meutya.
Dengan berbagai tantangan yang ada, perhatian terhadap keamanan ruang digital diharapkan dapat ditingkatkan demi melindungi masyarakat di era digital ini.