Kunjungan Kenegaraan Raja Charles ke Prancis Ditunda Setelah Protes Keras
Berita Baru, Internasional – Kunjungan kenegaraan Raja Charles ke Prancis yang sebelumnya dijadwalkan pada hari Minggu (26/3/23) telah ditunda. Hal itu sebagaimana disampaikan Istana Elysee, setelah kerusuhan sosial atas perubahan sistem pensiun Presiden Emmanuel Macron meletus menjadi kekerasan di Paris dan kota-kota di seluruh Prancis.
Pihak Istana Kepresidenan Prancis tersebut mengatakan keputusan diambil bersama oleh pemerintah Inggris dan Prancis setelah serikat pekerja menyerukan pemogokan nasional dan demonstrasi selama kunjungan raja.
Penundaan itu akan sangat memalukan bagi Macron, yang berharap kunjungan raja akan menandai langkah simbolis dalam upaya kedua negara untuk membalik halaman setelah bertahun-tahun hubungan buruk pasca-Brexit.
Raja Charles dijadwalkan melakukan perjalanan pertama ke Prancis selama tiga hari sebelum beralih ke Jerman, rencana perjalanan yang dipandang sebagai kudeta bagi pemimpin Prancis yang berusaha memposisikan dirinya sebagai pemimpin de facto Eropa.
“Kunjungan akan dijadwalkan ulang sesegera mungkin,” kata Istana Elysee dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dilansir dari Reuters.
Sementara itu sumber dari Istana Buckingham mengatakan kunjungan Raja Charles ke Jerman akan berjalan sesuai rencana.
Pengunjuk rasa berpakaian hitam yang anarkis bertempur di jalanan dengan polisi selama beberapa jam di ibu kota Prancis pada hari Kamis, menggeledah restoran McDonald’s, menghancurkan halte bus dan membakar gundukan sampah yang menumpuk selama pemogokan.
Di Bordeaux, di jantung salah satu daerah penghasil anggur paling terkenal di Prancis dan di mana Raja Charles juga diharapkan untuk berkunjung, pengunjuk rasa membakar pintu masuk ke balai kota.
Pembatalan rencana untuk menjamu Raja Charles, termasuk perjamuan mewah di Istana Versailles, hanya akan menambah tekanan lebih lanjut pada Macron untuk menemukan jalan keluar dari krisis yang telah menyaksikan beberapa kerusuhan terburuk Prancis sejak pemberontakan ‘Rompi Kuning’ tahun 2018/2019.
Kekerasan meningkat setelah pemerintah Macron mendorong undang-undang untuk menaikkan usia pensiun dua tahun menjadi 64 tahun melalui parlemen tanpa pemungutan suara.
Pemerintahannya tidak memiliki mayoritas yang jelas.