KPU Sebut Pelaksanaan Pilkada 2020 Bisa Ditunda Lebih Lama Lagi
Berita Baru, Jakarta – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman, mengatakan pelaksanaan Pilkada 2020 akan sangat tergantung pada kondisi pandemi Covid-19. Artinya, jika pandemi Covid-19 belum berakhir, maka Pilkada bisa ditunda lagi dari rencana Desember 2020.
Menurut Arief, pihaknya sudah menyusun dua skenario baru yaitu menunda Pilkada pada Maret 2021 atau September 2021.
“KPU tak bisa perkirakan bencana ini akan selesai kapan, maka KPU keluarkan opsi berikutnya. Apabila tidak selesai dalam waktu yang kita perkirakan, maka diberi opsi dua: Maret 2021, kalau tak selesai juga, maka opsi kedua September 2021,” kata Arief, melalui keterangan tertulisnya, usai diskusi online Syarikat Islam (SI), Minggu (17/5).
Arief menyatakan, pertimbangan penundaan jadi Maret 2021 atau September 2021, salah satunya status tanggap darurat corona yang ditetapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga 29 Mei 2020.
Dalam hal ini, Pilkada bulan Desember hanya bisa digelar jika status tanggap darurat dicabut 29 Mei.
“Jadi besok 29 Mei harus berakhir sehingga 30 Mei bisa mulai tahapan sosialisasi, aktifkan kembali badan adhoc, dan tahapan lain yang ditunda untuk dilanjutkan,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, jika 29 Mei status tanggap darurat masih diperpanjang, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih diberlakukan, dan kurva pandemi masih naik atau turun, maka KPU tidak berani ambil risiko menggelar Pilkada di tengah corona.
“Kalau syarat itu tidak terpenuhi, maka tak bisa diselenggarakan Desember. Maka opsi kedua Maret 2021,” lanjutnya.
Syarat untuk menggelar Pilkada bulan Maret 2021 adalah pandemi harus selesai bulan Agustus 2020, termasuk PSBB sudah dicabut. Karena KPU harus mempersiapkan banyak tahapan yang melibatkan banyak petugas dan masyarakat sebelum pencoblosan.
“Kalau Agustus belum bisa, maka akan menuju opsi 3 September 2021. Kalau ini ruang akan lebih longgar tersedia karena tahapan dimulai Februari 2021, artinya mungkin saja semua pemulihan sudah normal. Pemulihan ekonomi, transportasi, dan lainnya,” urainya.
Sebelumnya, Pilkada yang akan dilaksanakan pada Desember 2020 terlalu berisiko, dan bisa menurunkan kepercayaan publik. “Pilkada bulan Desember menurut kami terlalu berisiko, baik risiko bagi kesehatan para pihak, ini Pak Menkes sudah ngomong sendiri, maupun risiko menurunnya kualitas pelaksanaan tahapan Pilkada,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Aggraini.
Menurut Titi, semestinya pelaksanaan Pilkada tidak hanya memperhatikan kapan pandemi Covid-19 berakhir. Hal lain yang juga mesti diperhatikan dan dipastikan ialah pandemi sudah berakhir di sebagian besar wilayah Indonesia ketika tahapan Pilkada dimulai. Bukan hanya ketika pemungutan suaranya saja.
“Bila tak disikapi dengan serius, maka kalau Pilkada tetap dipaksakan bukan tidak mungkin dampaknya juga mempengaruhi menurunnya kepercayaan publik pada demokrasi,” ujarnya. [*]