KPK Sita Aset Bupati Nonaktif Hulu Sungai Utara Senilai Rp14,2 Miliar
Berita Baru, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset tanah, bangunan dan uang sebesar Rp14,2 miliar milik Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara (HSU), Abdul Wahid.
Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, penyitaan tersebut dilakukan terkait kasus dugaan suap, gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU Tahun 2021-2022.
“Tim Penyidik KPK, telah melakukan penyitaan berbagai aset dari tersangka AW (Abdul Wahid) terkait dugaan adanya penerimaan suap, gratifikasi dan TPPU,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (18/1).
“Dimana uang-uang yang diterima oleh tersangka AW tersebut dipergunakan di antaranya dengan membeli beberapa aset dalam bentuk tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor,” imbuhnya.
Tim penyidik, kata Ali, menduga bahwa Abdul Wahid secara sengaja melakukan transaksi keuangan melalui jasa layanan transaksi keuangan yang tidak sah. Ia juga disebut menyembunyikan hingga menyamarkan asal-usul harta kekayaannya dengan mengatasnamakan pihak-pihak lain.
Ali merincikan, total aset yang disita oleh KPK dalam kegiatan penindakan ini berupa tanah dan bangunan di wilayah Kabupaten HSU dan sekitarnya senilai Rp10 miliar; uang tunai dalam bentuk rupiah dan mata uang asing sekitar Rp4,2 miliar dan kendaraan bermotor.
“Seluruh barang bukti ini akan dikonfirmasi kepada para saksi, baik saat proses penyidikan hingga proses pembuktian di persidangan,” kata Ali.
Ali menyampaikan aset-aset tersebut nantinya bisa dirampas untuk dikembalikan kepada negara apabila sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. KPK juga berharap agar masyarakat dapat berperan aktif melaporkan aset-aset lain yang sekiranya dijadikan sebagai TPPU dalam perkara ini.
“Hal ini sebagai wujud keturutsertaan masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi dan optimalisasi penerimaan negara melalui penegakan hukum,” ungkapnya.
Sebelumnya, Abdul Wahid telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi.
Abdul diduga menerima suap Rp500 juta dari Direktur CV Hanamas, Marhaini danDirektur CV Kalpataru, Fachriadi. Sementara untuk dugaan penerimaan gratifikasi, Abdul disinyalir menerima total Rp18,4 miliar sepanjang periode 2019, 2020, dan 2021.