Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

KPK

KPK Jamin Perlindungan Maksimal bagi Pelapor Korupsi



Berita Baru, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa ancaman terhadap pelapor dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian. Pelapor sering menghadapi risiko berupa intimidasi, tekanan sosial, ancaman fisik, ancaman hukum, hingga ancaman terhadap keamanan mereka dan keluarganya. Oleh karena itu, perlindungan terhadap pelapor menjadi sangat penting agar masyarakat tetap berani melaporkan korupsi tanpa takut akan dampak buruk terhadap diri mereka.

Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Biro Hukum KPK, Ahmad Burhanudin, di Gedung Merah Putih KPK, Senin (12/8). Ia menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, lembaga tersebut memiliki kewajiban untuk melindungi saksi atau pelapor yang memberikan informasi terkait tindak pidana korupsi.

“KPK akan memastikan bahwa setiap laporan yang disertai dengan ancaman terhadap pelapor akan mendapatkan perlindungan maksimal. Namun, perlindungan ini hanya bisa diberikan jika pelapor mematuhi ketentuan, termasuk menjaga kerahasiaan identitasnya,” jelas Burhan.

Pada tahun 2023, Indeks Integritas Nasional Indonesia mengalami penurunan menjadi 70,97 poin, dari sebelumnya 71,94 poin pada 2022. Burhanudin menyebutkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap perlindungan pelapor korupsi juga masih sangat rendah. Berdasarkan Survei Penilaian Integritas 2023, yang melibatkan 554.321 responden dari berbagai kalangan, hanya 5% responden yang percaya bahwa instansi terkait mampu memberikan perlindungan bagi pelapor korupsi.

Data KPK menunjukkan, selama empat tahun terakhir, KPK telah memberikan perlindungan kepada sejumlah pelapor atau saksi tindak pidana korupsi, dengan rincian 17 orang pada 2024, 22 orang pada 2023, 33 orang pada 2022, dan 31 orang pada 2021.

“Angka ini bukan akumulasi. Ada kasus yang perlindungannya belum selesai dan masih dilanjutkan di tahun berikutnya. Jumlah ini bisa bertambah atau berkurang tergantung kasus yang dilaporkan dan status inkracht-nya,” terang Burhan.

KPK memiliki kriteria tertentu untuk menentukan pelapor yang berhak mendapatkan Perlindungan Saksi dan Korban (PSK). Kriteria tersebut antara lain, pelapor merasa terancam, membantu membongkar kasus korupsi, dan melaporkan kasus dengan lengkap dan detail.

“Jika pelapor memenuhi kriteria ini, KPK akan memberikan perlindungan maksimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ungkap Burhan.

Selain itu, Burhan juga menyoroti pentingnya penyempurnaan regulasi terkait perlindungan hukum bagi pelapor dan saksi, khususnya yang menyangkut kepegawaian dan pelayanan publik. Banyak pegawai yang merasa tidak aman setelah melaporkan tindak pidana korupsi, karena berdampak pada promosi atau mutasi mereka. “Hal ini krusial bagi pegawai, khususnya Aparatur Sipil Negara (ASN), namun klausulnya belum ada sehingga perlu diperkuat. Masyarakat umum juga perlu perlindungan hukum agar laporan mereka tidak mempengaruhi layanan yang diberikan oleh instansi terkait,” katanya.

KPK juga menyampaikan bahwa pelapor yang berani melaporkan tindak pidana korupsi akan mendapatkan penghargaan berupa piagam dan premi maksimal Rp200 juta atau 2 permil dari nilai pengembalian aset hasil TPK, sesuai dengan PP No. 43 Tahun 2018.

“Kami berharap dengan adanya peraturan yang berlaku dan penguatan regulasi terkait perlindungan hukum, para pelapor dan saksi akan merasa lebih aman. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berani melaporkan tindak pidana korupsi dengan keyakinan bahwa KPK akan melindungi,” ujar Burhanudin mengakhiri.

Sebelumnya, KPK telah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Akuntabilitas Perlindungan Hukum Pelapor Tindak Pidana Korupsi dan Pelayanan Publik” pada Kamis, 8 Agustus 2024 di Gedung Merah Putih KPK. FGD tersebut dihadiri oleh para ahli dari berbagai lembaga terkait, termasuk Kementerian Dalam Negeri, LPSK, Ombudsman Republik Indonesia, serta Kemenpan RB. Selain itu, KPK juga telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 60 instansi, yang terdiri dari 20 Kementerian/Lembaga, 28 BUMN, dan 14 Pemerintah Daerah, untuk mendukung pelaporan masyarakat melalui WBS Integrasi.