Komnas HAM Dorong Rekonsiliasi untuk Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat
Berita Baru, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berkomitmen untuk mendorong penyelesaian pelanggaran HAM berat melalui mekanisme yudisial dan non-yudisial, termasuk rekonsiliasi sebagai salah satu langkah penting.
Hal ini disampaikan oleh Anggota Komnas HAM, Hari Kurniawan, dalam Dialog “Rekonsiliasi dan Masa Depan: Jalan Menuju Persahabatan dan Perdamaian Berkesinambungan” di Oecussi, Timor Leste, pada Rabu (16/10/2024).
Menurut Hari, rekonsiliasi tidak hanya berfokus pada penyelesaian peristiwa di masa lalu, tetapi juga menjadi upaya menciptakan masa depan yang lebih baik antara Indonesia dan Timor Leste. “Rekonsiliasi bukan sekadar menyelesaikan persoalan masa lalu. Namun, sebagai upaya menciptakan masa depan yang lebih baik bagi kedua negara,” jelasnya.
Hari menjelaskan bahwa rekonsiliasi ini bertujuan untuk menutup lembaran kelam dari sejarah kependudukan Indonesia di Timor Leste. Ia menyebutkan pentingnya penyembuhan luka sejarah dan pemberian ruang bagi pengakuan, permintaan maaf, serta keadilan bagi para korban. “Rekonsiliasi menjadi komitmen untuk menyembuhkan luka sejarah, memberikan ruang untuk menyatakan pengakuan dan permintaan maaf serta memperoleh keadilan bagi korban,” terangnya.
Dalam proses rekonsiliasi ini, Hari juga menyoroti tantangan besar yang harus dihadapi, termasuk trauma masa lalu yang masih dirasakan oleh masyarakat Timor Leste dan pentingnya komitmen dari kedua negara. “Kita berharap pemerintahan yang baru mampu melaksanakan rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP). Itu harus dituangkan dalam aturan yang jelas sehingga tidak terjadi keberulangan,” ungkapnya.
Hari juga menekankan pentingnya partisipasi inklusif dalam proses rekonsiliasi, yang melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk organisasi masyarakat sipil yang memiliki perhatian khusus pada isu Indonesia-Timor Leste. “Melibatkan partisipasi berbagai pihak dalam proses rekonsiliasi termasuk organisasi masyarakat sipil yang menaruh perhatian khusus terhadap isu Indonesia-Timor Leste,” jelas Hari.
Komnas HAM juga mendorong pendokumentasian cerita dan kesaksian sebagai bagian penting dari pengungkapan kebenaran. Selain itu, Komnas HAM meminta komitmen kedua negara untuk memulihkan hak-hak korban. Untuk mencegah terulangnya pelanggaran HAM serupa di masa mendatang, Hari mendorong Pemerintah Indonesia agar meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa dan Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT).
Dalam hal pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat, Hari menyebutkan bahwa Komnas HAM telah mengeluarkan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM (SKKPHAM). Surat ini digunakan oleh para korban untuk memperoleh layanan sosial dan medis.
Dialog ini juga menghadirkan beberapa narasumber lain seperti Antero Benedito da Silva dari Universidade Nacional Timor Lorosa’e, Felisberto Amaral dari Forum Komunikasi Pejuang Timor Timur, Juvito do Rego dari Centro Nacional Chega, dan Guilhermina Marçal dari Pastoral Familiar Nacional de Timor-Leste.
Dialog ini merupakan bagian dari rangkaian acara Festival Fronteira 2024, yang berlangsung dari 15 hingga 18 Oktober 2024 di Oecussi, Timor Leste. Festival yang mengusung tema “Menatap Masa Depan: Memperkuat Persahabatan dan Rekonsiliasi melalui Dialog” tersebut dibuka oleh Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Koordinasi Sosial Mariano Assanami Sabino pada Senin (14/10/2024).