Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Komnas HAM
(Foto: AMAN)

Komnas HAM Desak Penghentian Sidang Kriminalisasi Tetua Adat Tano Batak



Berita Baru, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak agar sidang kasus kriminalisasi terhadap tetua Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan, Sorbatua Siallagan, di Pengadilan Negeri Simalungun, Sumatera Utara, segera dihentikan. Desakan ini disampaikan pada Rabu (29/5/2024), menanggapi dakwaan yang dialami oleh Sorbatua.

Komisioner Komnas HAM Bidang Pengkajian dan Penelitian, Saurlin Siagian, menyatakan bahwa kasus yang menimpa Sorbatua Siallagan tidak seharusnya masuk ke ranah hukum karena terdapat sengketa teritorial yang belum diselesaikan oleh pemerintah.

“Hasil penelitian kami ada 31 kelompok Masyarakat Adat yang berkonflik di Tano Batak dan sudah ada titik terang dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk penyelesaian konflik ini. Makanya, kami minta sidang Sorbatua Siallagan dihentikan karena seharusnya kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat tidak perlu dilakukan,” ujar Saurlin Siagian usai menghadiri persidangan Sorbatua Siallagan.

Persidangan Sorbatua Siallagan dimulai pada Rabu (22/5/2024) dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam surat dakwaan tersebut, Sorbatua didakwa atas tuduhan pembakaran hutan dan menduduki kawasan hutan tanpa izin. Namun, dalam nota keberatannya, Sorbatua membantah semua dakwaan tersebut.

Sebagai Ketua Masyarakat Adat, Sorbatua menegaskan bahwa dirinya dan komunitasnya tidak pernah melakukan pembakaran hutan. “Sorbatua Siallagan sebagai Ketua Masyarakat Adat tidak pernah melakukan pembakaran hutan bahkan sampai hari ini beliau dan komunitas tetap menjaga hutan lestari dengan sumber mata air yang terjaga,” katanya.

Audo Sinaga, penasihat hukum Sorbatua Siallagan, juga membantah dakwaan JPU. Ia mengatakan bahwa surat dakwaan tersebut tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. “Untuk itu, Sorbatua harus dibebaskan dari hukum demi tegaknya keadilan,” tegas Audo.

Audo menjelaskan bahwa Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan telah mendiami wilayah adat mereka sejak tahun 1700-an, jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada tahun 1993, pemerintah memberikan izin konsesi hutan kepada PT Toba Pulp Lestari, namun dalam surat dakwaan JPU justru mendakwa Sorbatua membakar hutan dan menduduki kawasan hutan tanpa izin. “JPU sama sekali tidak mempertimbangkan bahwa komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan telah berdiam di wilayah itu jauh sebelum izin konsesi PT TPL diberikan negara,” ungkap Audo.

Sejumlah komunitas Masyarakat Adat yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL melakukan aksi solidaritas di depan gedung Pengadilan Negeri Simalungun untuk mengawal persidangan Sorbatua Siallagan. Mereka menuntut pembebasan Sorbatua dan penghentian kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat yang memperjuangkan hak-haknya.

Hengky Manalu dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak menyatakan akan terus mengawal persidangan Sorbatua Siallagan hingga mendapatkan keadilan. “Masyarakat Adat Tano Batak tidak akan pernah berhenti untuk memperjuangkan hak-haknya yang dirampas. Kami akan terus melawan ketidakadilan,” tandasnya.