Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Koalisi Masyarakat Sipil
Sidang #GugatPresiden: Ahli Sebut Pemberian Pangkat Kehormatan Kepada Terduga Pelaku adalah Praktik Normalizing Abusiveness yang dilakukan oleh Presiden

Koalisi Masyarakat Sipil Gugat Keputusan Presiden Anugerahkan Pangkat Kehormatan di PTUN Jakarta



Berita Baru, Jakarta – Pada Kamis (5/9/2024), Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menghadiri sidang lanjutan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait gugatan terhadap keputusan Presiden Joko Widodo yang menganugerahkan Pangkat Kehormatan Jenderal TNI kepada Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto. Gugatan yang didaftarkan sejak 28 Mei 2024 dengan nomor perkara 186/G/2024/PTUN.JKT tersebut dilayangkan oleh sejumlah organisasi hak asasi manusia (HAM), termasuk KontraS, Imparsial, LBH Jakarta, serta keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998.

Sidang kali ini menghadirkan ahli hak asasi manusia Dr. Herlambang Perdana Wiratraman, S.H., MA, serta ahli militer Made Supriatma. Keduanya menyoroti dampak dari keputusan Presiden Jokowi dalam memberikan pangkat kehormatan kepada Prabowo, yang diduga terlibat dalam pelanggaran berat HAM terkait penculikan dan penghilangan paksa aktivis pada 1997-1998. Seperti uraian siaran pers yang diterbitkan oleh KontraS pada Kamis (5/9/2024),

Menurut Dr. Herlambang, pemberian penghargaan tersebut dapat dikategorikan sebagai “Normalizing Abusiveness”, sebuah praktik yang mengabaikan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Ia menyebut bahwa penghargaan ini memberikan kesan bahwa pelanggaran HAM dapat diterima atau bahkan dihargai oleh negara. “Ini bukan sekadar bentuk penghargaan, melainkan bentuk legitimasi terhadap tindakan-tindakan yang melanggar HAM,” ujar Dr. Herlambang dalam kesaksiannya.

Ahli militer Made Supriatma menambahkan, penganugerahan pangkat kehormatan ini berisiko merusak profesionalisme TNI dan menciptakan preseden buruk bagi institusi militer. “Pemberian pangkat kehormatan kepada figur yang terlibat dalam pelanggaran HAM justru merusak masa depan prajurit dan integritas TNI sebagai lembaga yang seharusnya menjaga keadilan dan keamanan negara,” jelas Made.

Keputusan untuk memberikan pangkat kehormatan ini diterbitkan pada 21 Februari 2024 dan memicu kritik luas dari masyarakat, terutama keluarga korban. Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menganggap tindakan ini sebagai pengabaian terhadap tanggung jawab negara dalam melindungi hak asasi manusia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28I ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, dan penegakan HAM adalah tanggung jawab negara, khususnya pemerintah.

“Kami mengecam keputusan ini karena bertentangan dengan prinsip keadilan dan tanggung jawab negara terhadap korban pelanggaran HAM,” ujar LBH Jakarta.

Lebih lanjut, Dr. Herlambang menyoroti bahwa pemberian pangkat kehormatan kepada Prabowo merupakan bagian dari struktur impunitas yang melindungi individu dari tanggung jawab atas pelanggaran berat HAM. “Ini mencerminkan bagaimana politik seringkali digunakan untuk melanggengkan ketidakadilan,” tambahnya, mengutip karya Elizabeth F. Drexler dalam Infrastructures of Impunity.

Koalisi juga menegaskan bahwa tindakan ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga negara dan melemahkan komitmen Indonesia terhadap HAM. Para keluarga korban, melalui Koalisi, mendesak pemerintah untuk segera mengusut tuntas peristiwa penculikan dan penghilangan paksa serta mencabut pangkat kehormatan tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada keadilan dan para korban.