Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Koalisi Masyarakat Sipil
Petisi Koalisi Masyarakat Sipil di Acara Kamisan Menyoal Pencalonan Prabowo-Gibran

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pengungkapan Kebenaran dan Keadilan Kasus Semanggi II



Berita Baru, Jakarta – Tepat 25 tahun sejak terjadinya peristiwa Semanggi II, koalisi masyarakat sipil kembali menyoroti ketidakadilan dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat ini. Hingga kini, kasus tersebut belum juga diselesaikan secara adil dan substansial oleh negara, sehingga masih mencederai martabat para korban dan keluarganya.

Peristiwa tragis ini bermula dari aksi demonstrasi pada 23-24 September 1999 di Jakarta, yang menentang pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB). Aksi ini berubah menjadi tragedi berdarah setelah mendapat respons represif dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang menembaki massa secara membabi-buta. Sebanyak 11 warga sipil tewas, sementara ratusan lainnya mengalami luka-luka.

Koalisi masyarakat sipil menegaskan bahwa kekerasan aparat terhadap demonstran ini adalah bentuk pelanggaran HAM berat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bahkan telah menetapkan peristiwa ini sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. “Pembunuhan, penyiksaan, dan perampasan kemerdekaan dalam peristiwa ini harus diperlakukan sebagai kejahatan kemanusiaan, bukan pidana biasa,” ujar Komnas HAM dalam pernyataannya, dikutip dari siaran pers KontraS yang terbit pada Selasa (24/9/2024).

Meski demikian, Kejaksaan Agung hingga kini belum menindaklanjuti kasus ini ke tahap penyidikan, dengan alasan bahwa aparat dan komandan yang terlibat telah disidangkan di Pengadilan Militer. Namun, proses tersebut tidak memperlakukan peristiwa Semanggi II sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang mengatur mekanisme penuntutan pelanggaran HAM berat.

Koalisi masyarakat sipil juga menyoroti berbagai pernyataan keliru dari Jaksa Agung terkait kasus ini, yang sempat memicu gugatan dari keluarga korban. “Negara, melalui Kejaksaan Agung, berulang kali mengabaikan keadilan bagi para korban dan keluarganya. Proses hukum terus terkatung-katung,” ungkap salah satu anggota Koalisi Keadilan Untuk Semanggi I dan II.

Di sisi lain, tindakan represif aparat terhadap demonstran masih terus terjadi hingga saat ini. Menurut hasil pemantauan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), terdapat 641 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh TNI dan Polri terhadap massa demonstrasi dalam kurun waktu 2019-2024, termasuk dalam aksi Reformasi Dikorupsi 2019, Tolak Omnibus Law 2020, hingga tragedi Stadion Kanjuruhan 2023.

Koalisi mendesak Kejaksaan Agung untuk segera menindaklanjuti kasus Semanggi II sesuai dengan mekanisme pengadilan HAM. Selain itu, mereka meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak lagi menggunakan penyelesaian non-yudisial seperti Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Non Yudisial (PPHAM), yang dinilai tidak memenuhi rasa keadilan. “Pemulihan yang diberikan hanya berfokus pada kerugian material, sementara dampak psikologis dan sosial para korban diabaikan,” kritik KontraS.

Dalam refleksi atas kasus ini, Koalisi menyerukan penyelesaian menyeluruh yang melibatkan pengungkapan kebenaran dan pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku. Mereka menekankan bahwa tanpa keadilan, kekerasan aparat terhadap demonstran hanya akan terus berulang.