Keluarga Korban Tuntut Keras Pembongkaran Gate 13 Kanjuruhan
Berita Baru, Malang – Pembongkaran Gate 13 Stadion Kanjuruhan oleh PT Waskita Karya, yang terjadi pada Minggu (21/7/2024), telah memicu protes keras dari keluarga korban tragedi Kanjuruhan dan berbagai kelompok advokasi. Keputusan ini dianggap melanggar kesepakatan sebelumnya yang disepakati pada 28 Mei 2024, yang melarang pembongkaran pintu masuk tersebut.
Gate 13 Stadion Kanjuruhan merupakan saksi bisu dari Peristiwa Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, di mana banyak korban tewas dan terluka. Tindakan pembongkaran pintu masuk ini dianggap oleh Ketua Yayasan Keadilan Tragedi Kanjuruhan (YKTK), Devi Athok Yulfitri, sebagai pelanggaran serius terhadap kesepakatan yang dibuat untuk menghormati memori korban. “Tuntutan ini merupakan keputusan bersama YKTK setelah kami ke lokasi Gate 13 hari ini,” ujar Devi, yang kehilangan kedua putrinya dalam tragedi tersebut.
Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK), LBH Pos Malang, LBH Surabaya, dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan bahwa pembongkaran Gate 13 bukan hanya menghancurkan bukti fisik dari peristiwa tersebut tetapi juga menghilangkan ruang memori kolektif bagi korban dan keluarga mereka. Pintu masuk tersebut digunakan untuk mengenang, berziarah, serta menaburkan bunga bagi korban, seperti yang diungkapkan dalam Siaran Pers TATAK pada Senin (22/7/2024).
Pemerintah, melalui Kementerian PUPR, dianggap telah mengabaikan harapan dan suara keluarga korban dengan melanjutkan pembongkaran. Komitmen untuk mempertahankan Gate 13 sebagai “Saksi Bisu” dari tragedi Kanjuruhan tampaknya tidak ditepati, yang menambah ketidakpuasan keluarga korban terhadap tindakan pemerintah.
“Suara Korban dan Keluarga Korban Peristiwa Kanjuruhan adalah suara yang tidak pernah didengar,” kata Devi.
Berbagai upaya penolakan terhadap pembongkaran telah dilakukan, termasuk surat terbuka dan somasi kepada Menteri PUPR serta kontraktor yang terlibat, PT Waskita Karya dan PT Brantas Abipraya. Penolakan ini juga melibatkan laporan dugaan maladministrasi oleh Kementerian PUPR kepada Ombudsman, namun proses hukum masih berjalan tanpa ada perubahan signifikan.
Menanggapi situasi ini, keluarga korban dan YKTK mengajukan sejumlah tuntutan, di antaranya:
- 1. Pemerintah Republik Indonesia untuk mengusut tuntas Peristiwa Kanjuruhan;
- Kementerian PUPR beserta 2 (dua) kontraktornya yakni PT Waskita Karya (Persero) dan PT Brantas Abipraya (Persero) untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan;
- Kementerian PUPR memerintahkan PT Waskita Karya (Persero) dan PT Brantas Abipraya (Persero) untuk mengembalikan bentuk pintu 13 Stadion Kanjuruhan seperti semula dalam waktu 3×24 jam;
- PT Waskita Karya (Persero) dan PT Brantas Abipraya (Persero) untuk mengembalikan bentuk pintu 13 Stadion Kanjuruhan seperti semula dalam waktu 3×24 jam;
- Pemerintah Kabupaten Malang dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah untuk mengembalikan bentuk pintu 13 Stadion Kanjuruhan sebagaimana hal-hal yang disepakati dengan korban dan keluarga korban dalam forum tertanggal 28 Mei 2024;
- Kementerian PUPR dan 2 kontraktornya PT Waskita Karya (Persero) dan PT Brantas Abipraya (Persero) untuk menghentikan segala aktifitas renovasi dan pembongkaran Stadion Kanjuruhan sampai proses hukum selesai dan berkekuatan hukum tetap.