KEK BSD Dinilai Rawan Konflik Kepentingan dan Ancam Ruang Hidup Warga
Berita Baru, Jakarta – Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2024 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Edukasi, Teknologi, dan Kesehatan Internasional Banten pada 7 Oktober 2024. KEK tersebut meliputi wilayah seluas 59,68 hektare di Kecamatan Cisauk dan Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Banten.
Namun, meski diproyeksikan akan menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi, LBH Jakarta dan Walhi Jakarta memiliki pandangan berbeda. Mereka menilai kebijakan ini rentan terhadap konflik kepentingan serta berpotensi merampas ruang hidup warga sekitar.
“Kebijakan ini sarat dengan potensi konflik kepentingan. PT Surya Inter Wisesa, yang merupakan bagian dari Sinar Mas Group, adalah pihak yang mengusulkan KEK ini. Hal ini memunculkan dugaan bahwa penetapan KEK terkait erat dengan politik balas budi,” tegas LBH Jakarta dalam keterangannya.
Lebih jauh, LBH Jakarta juga menyoroti potensi praktik pencarian rente (rent-seeking) di balik kebijakan ini. Kajian ICW pada 2021 mengungkapkan bahwa penetapan KEK kerap menjadi lahan subur bagi pencarian keuntungan, terutama karena banyaknya insentif yang diberikan kepada pihak-pihak tertentu.
“Pertanyaannya, mengapa KEK dipusatkan di BSD yang infrastrukturnya sudah sangat memadai? Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa monopoli bisnis bisa terjadi di kawasan tersebut,” ujar LBH Jakarta.
Selain itu, Walhi Jakarta memperingatkan ancaman yang dihadapi masyarakat sekitar, terutama petani yang menggantungkan hidup dari lahan mereka. “Masyarakat di sekitar Cisauk dan Pagedangan yang mayoritas petani terancam kehilangan ruang hidup mereka. Penetapan KEK ini dapat memarginalkan mereka dan memaksa mereka bekerja di sektor yang tidak strategis,” jelas perwakilan Walhi.
Tidak hanya itu, KEK BSD juga dinilai berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Pencemaran, krisis air bersih, hingga polusi udara disebut-sebut sebagai risiko yang akan dihadapi warga jika KEK ini terus berjalan tanpa pengawasan ketat terhadap kelestarian lingkungan.
Berdasarkan semua pertimbangan tersebut, LBH Jakarta dan Walhi Jakarta mendesak Presiden RI untuk mencabut PP No. 38/2024. Mereka juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki potensi tindak pidana korupsi di balik penetapan KEK BSD. Komnas HAM dan Ombudsman RI juga diminta untuk melakukan pengawasan demi mencegah pelanggaran hak asasi manusia serta maladministrasi dalam implementasi kebijakan ini.
“Langkah ini sangat penting untuk mencegah kasus serupa yang terjadi di KEK Mandalika dan Bitung, di mana hak-hak masyarakat terabaikan,” pungkas LBH Jakarta.