Kecerdasan Buatan (AI) Dimungkinkan Mengontrol Keinginan Berbelanja
Beritabaru.co, Inggris – Di masa serba digital ini, pernahkah kamu merasa bahwa kamu terlalu boros dan banyak pengeluaran dalam berbelanja. Bahkan kadang kamu menyesal telah membeli barang yang sebetulnya tidak betul-betul kamu butuhkan.
Dilansir dari Dailymail.co.uk, Dari daftar belanjaan yang berupa tulisan semakin banyak kita tulis, Hingga kartu pelanggan yang selalu ditanyakan pegawai kasir saat berbelanja, dan terlebih lagi dari keranjang toko online yang semakin menumpuk setiap harinya.
Ditambah lagi, sekarang ini perusahaan menggunakan AI (kecerdasan buatan – sistem perangkat lunak yang dapat belajar sendiri) untuk mencoba secara otomatis memprediksi dan mendorong preferensi dan pembelian konsumen yang sangat spesifik.
Konsultan ritel Daniel Burke, dari Blick Rothenberg, menyebut hal ini bekerja dengan membangun profil pelanggan dan menyarankan produk kepada mereka sebelum mereka menyadari bahwa itulah yang mereka inginkan, pada prinsipnya menciptkan kebutuhan.
Semisal saat kita pergi ke toko swalayan, untuk membeli makanan ringan tertentu dan Wine misalnya khusus pada Jumat malam, mungkin kamu bisa menyalahkan AI, dan komputer yang telah mempelajari semua tentang dirimu, atas keputusan yang kamu buat secara tidak sadar tersebut.
Seperti contohnya dijelaskan oleh Will Broome, sebagai pendiri aplikasi Ubamarket, sebuah perusahaan Inggris yang membuat aplikasi belanja yang memungkinkan orang membayar barang melalui ponsel, membuat daftar dan memindai produk.
“Sistem AI kami melacak pola perilaku orang tersebut daripada pembelian yang mereka lakukan, dan semakin banyak Anda berbelanja, AI semakin tahu tentang jenis produk yang Anda suka tentunya,” katanya.
“Modul AI dirancang tidak hanya untuk melakukan hal-hal yang sudah jelas anda lakukan, tetapi juga terus belajar seiring berjalannya waktu dan menjadi antisipatif. Modul ini juga dapat mulai membangun gambaran tentang seberapa besar kemungkinan Anda mencoba merek lain, atau kemungkinan lain, seperti membeli coklat pada hari tertentu ” tambah Will
Dan dengan itu, aplikasi dapat menawarkan apa yang disebut “penawaran produk yang dipersonalisasi”, seperti harga wine yang lebih murah pada Jumat malam dibanding hari-hari lainnya, sehingga anda cenderung tetap tertarik berbelanja Wine pada setiap hari jumat.
Ubamarket telah berjuang untuk membujuk supermarket terbesar di Inggris untuk mengadopsi aplikasi tersebut, Ubamarket telah melakukan kesepakatan dengan jaringan toko swalayan yang lebih kecil di Inggris termasuk Spar, Co-op dan Budgens, toko-toko yang secara tradisional tidak terkait dengan teknologi tinggi.
Penggunaan aplikasis secara tetap masih rendah tetapi terus berkembang, sebagian berkat pandemi virus corona ini, yang membuat orang lebih enggan berada dalam keramaian seperti berdiri dalam antrian.
“Dengan aplikasi ini, kami telah menemukan bahwa rata-rata konten keranjang konsumen naik sebesar 20%, dan orang yang memiliki aplikasi tiga kali lebih mungkin untuk kembali berbelanja secara ulang di toko itu,” ungkap Will.
Di Jerman, start-up bernama SO1 melakukan hal serupa dengan sistem AI untuk pengecer dan pengusaha swalayan. Ia mengklaim bahwa sembilan kali lebih banyak orang membeli barang yang disarankan AI daripada yang ditawarkan oleh promosi tradisional swalayan, bahkan ketika diskonnya 30% lebih sedikit orang tetap tertarik.
Mendapatkan penawaran barang yang sebenarnya ingin Anda beli daripada kupon diskonan akan lebih menarik. Namun, menurut Jeni Tennison, sebagai ketua Open Data Institute di Inggris, mengatakan kita harus tetap berhati-hati tentang banyaknya informasi tentang data yang dikumpulkan oleh aplikasi AI.
“Kita perlu bertanya seberapa adil dan etis pengumpulan data pada aplikasi Jadi, misalnya, apakah wanita kulit putih kelas menengah ditawari diskon untuk produk tertentu, tetapi tidak ditawarkan kepada seseorang yang benar-benar dapat memperoleh manfaat darinya?” kata Tennison.
“Apa yang benar-benar perlu kita pahami adalah apa dampaknya dari pengumpulan dan pembuatan profil data pribadi dari berbagai sektor masyarakat. Apakah itu membuat profil orang berdasarkan ras, status sosial ekonomi, seksualitas?”
Lebih dari tiga perempat perusahaan swalayan besar di seluruh dunia memiliki sistem AI sekarang, atau berencana untuk mengaplikasikannya sebelum akhir tahun, menurut kelompok riset Gartner.
Analisnya, Sandeep Unni mengatakan pandemi global telah mempercepat tren ini karena telah mengubah kebiasaan konsumen secara dramatis.
“Sekarang orang-orang menjadi panik membeli, dan berfokus pada barang-barang penting daripada barang-barang tidak penting, yang pada gilirannya menciptakan ketidakseimbangan permintaan-penawaran yang besar,” katanya.