Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kebijakan Cleansing, Ratusan Guru Honorer di Jakarta Diberhentikan

Kebijakan Cleansing, Ratusan Guru Honorer di Jakarta Diberhentikan



Berita Baru, Jakarta – Ratusan guru honorer di sekolah negeri di Jakarta mendadak diberhentikan secara sepihak oleh Dinas Pendidikan. Mereka menjadi korban kebijakan pembersihan atau “Cleansing” guru honorer.

Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri mengungkapkan bahwa lembaganya menerima laporan tentang pemutusan kontrak sepihak terhadap guru honorer di DKI Jakarta. Pemutusan ini dilakukan melalui sistem cleansing, di mana para guru diminta mengisi link pemecatan mereka sendiri yang dikirim berantai dari kepala sekolah masing-masing.

Peristiwa ini terjadi pada awal semester baru ini. Imam menjelaskan, fenomena ‘pengusiran halus’ para guru honorer ini sebenarnya telah terjadi di berbagai daerah, namun metode cleansing baru pertama kali ditemui di Jakarta. Sampai 15 Juli 2024, tercatat ada 77 laporan guru honorer yang terdampak kebijakan cleansing di Jakarta. Data untuk daerah Jakarta Utara saja menunjukkan 173 guru honorer yang telah atau akan di-cleansing, sehingga total jumlah yang terdampak bisa mencapai ratusan.

Fajar, seorang guru honorer di SMP negeri di kawasan Jakarta Utara, adalah salah satu korban. Ia menerima pesan dari pengurus sekolah berisi tautan Google Spreadsheet dengan nama 173 guru honorer se-Jakarta Utara yang di-cleansing. Guru Bahasa Indonesia ini mengungkapkan bahwa ia bahkan tidak diperbolehkan lagi mengajar saat itu juga oleh kepala sekolah.

“Tidak ada info jauh-jauh hari untuk mewanti-wanti saya untuk bersiap mencari-cari pindah sekolah, tetapi langsung di-cut tanpa adanya pemberitahuan,” kata Fajar di Jakarta, Selasa (16/7/2024). Dikutip dari Harian Kompas.

Iman Zanatul Haeri menilai bahwa praktik kebijakan cleansing guru honorer tersebut tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Menurutnya, pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. “Kalau dipecat, mereka seharusnya bisa mencari sekolah baru. Tetapi, ini sudah mulai tahun ajaran baru. Maka, ini sangat kurang manusiawi sekali. Dinas Pendidikan DKI Jakarta harus memberikan penjelasan cleansing itu maksudnya seperti apa.” pungkas Iman.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo juga menyampaikan keprihatinannya. Ia menjelaskan bahwa kebijakan cleansing terhadap guru-guru honorer adalah kebijakan yang tidak manusiawi. “Ini adalah keprihatinan terhadap rekan guru honorer yang diberhentikan secara sepihak. Seharusnya guru honorer yang sudah mengajar cukup lama harus dihargai, dihormati, dan diperjuangkan untuk menjadi guru P3K, bukan justru dipecat,” ujar Heru pada Senin (15/7/2024).

Heru menambahkan bahwa akibat kebijakan cleansing tersebut, kepala sekolah terpaksa memaksa guru berstatus tetap untuk mengajar bidang studi yang tidak linear dengan keahlian mereka. “Hal itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan guru yang dianggap kosong karena ditinggalkan oleh guru honorer murni, akibat cleansing tersebut. Kerugian ini juga berdampak pada siswa karena harus belajar dengan guru yang tidak ahli di bidangnya,” imbuhnya.

Heru menegaskan bahwa dampak dari kebijakan ini sangat merugikan proses pembelajaran di sekolah. “Jika sudah demikian, tentu saja sekolah akan memperoleh hasil pembelajaran yang tidak efektif dan sulit meningkatkan nilai siswa. Bahkan lebih jauh lagi, siswa tidak akan mengerti mata pelajaran tersebut,” tutupnya.