Kasus Dugaan Penistaan Agama di Gresik Naik Penyidikan, Pelapor Belum Terima Salinan SPDP
Berita Baru, Gresik – Kasus ritual pernikahan manusia dan kambing di Pesanggrahan Ki Ageng milik Anggota DPRD Gresik Nur Hudi Didin Ariyanto di desa Jogodalu, kecamatan Benjeng menyita perhatian mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gresik (UniGres).
Sejumlah mahasiswa Unigres menggelar ngopi hukum bersama pakar hukum dan tokoh masyarakat yang bertema kawin dengan domba antara konten, seni dan penistaan agama, di salah satu kedai kopi jalan panglima Sudirman, Minggu (20/06).
Selain Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) UniGres, diskusi tersebut juga dihadiri elemen masyarakat yang tergabung dari Aliansi Masyarakat Peduli Gresik (AMPG), Informasi dari Rakyat (IDR), perwakilan Asosiasi Kepala Desa (AKD) Gresik, Kepala Desa Sukorejo Fatkhur Rohman, beserta para pelapor.
Diskusi berjalan gayeng selama tiga jam. Salah satu poin dalam diskusi yang menjadi sorotan ialah salinan hasil surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Hal ini diketahui setelah Jajaran Satreskrim Polres Gresik sudah menaikkan kasus tersebut ke tahap penyidikan.
Wakil rektor Unigres Soeyanto mengatakan, kendati masih belum ada penetapan tersangka pihaknya meyakini kepolisian sudah melakukan kerja profesional dalam menangani kasus ini. Namun Soeyanto mendorong polisi lebih aktif berkomunikasi dengan media setiap progress dari kasus ini.
“Menurut Putusan MK No 130/PUU-XIII/2015 dalam Putusan Uji Materiil atas ketentuan Pasal 109 ayat (1) KUHAP, Pemberian SPDP tidak hanya diwajibkan kepada Jaksa Penuntut Umum tetapi juga kepada Terlapor dan Pelapor. Ini yang harus segera dirilis ke media massa,” ujar Soeyanto.
Sebab, lanjut Soeyanto, hingga kini belum ada kejelasan jumlah tersangka beserta namanya sejak tahap penyelidikan sudah naik statusnya menjadi penyidikan. Bahkan para pelapor juga belum dapat salinan SPDP.
“Kepada siapa SPDP diberikan? ke penuntut umum, ke pelapor dan terlapor. Ketika sudah ada SPDP, pasti sudah ada tersangka,”kata mantan Dekan Fakultas Hukum Unigres.
Ditambahkan Soeyanto, jika polisi mengenakan pasal 156a KUHP dengan ancaman 5 tahun. Sehingga polisi sudah dapat melakukan penahanan terhadap tersangka meski kasus ini sedang diproses.
“Pasal 21 ayat 4 KUHP syarat objektif untuk melakukan penahanan kepada tersangka yang ancaman hukumannya 5 tahun atau diatasnya,” tambahnya.
Selanjutnya, dalam forum diskusi itu juga menyoroti pihak-pihak yang turut serta dalam kasus tersebut apakah bisa dijerat pasal 55 KUHP. Hasil forum menyepakati mempercayakan sepenuhnya penetapan tersangka dari kepolisian.
“Namun melihat kasus serupa yang berada di Indonesia para pelaku yang ikut serta juga bisa dijerat pasal 55 KUHP tentang orang yang memfasilitasi, membantu, dan melakukan sesuatu perbuatan melawan hukum,” jelas Ketua LKBH UniGres, Mashudi.
Sementara perwakilan AMPG Ummi Khusum mengajak kaum muda mahasiswa seperti PMII dan HMI Gresik yang selama ini memberikan sumbangsih pemikiran dan gerakan untuk Gresik agar bergerak mengawal kasus ini.
“Ayo kita jaga marwah Gresik sebagai kota Santri, kota Religi. Pelaku penistaan agama harus diberikan hukuman efek jera. Karena sangat meresahkan masyarakat Gresik, karenanya butuh pergerakan secara intelektual dari PMII dan HMI Gresik,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kapolres Gresik AKBP Mochamad Nur Azis mengatakan, permintaan maaf tidak bisa menggugurkan tindak pidana hukum.
“Semua yang terlibat nanti akan dikenakan pasal 156a KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman sekitar 5 tahun penjara,” ungkapnya beberapa waktu yang lalu saat konferensi pers bersama awak media.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Gresik Iptu Wahyu Rizki Saputro, jum’at lalu (17/06) menegaskan, serangkaian proses penyelidikan telah mencukupi. Karena itu pihak kepolisian sudah memutuskan menaikkan statusnya ke tahap penyidikan.
“Hari ini sudah naik sidik (menjadi penyidikan),” tegas Iptu Wahyu Rizki Saputro.