Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

JATAM: Warga Menang atas Sengketa Informasi yang Disembunyikan Kementerian ESDM
sumber: kiriman JATAM

JATAM: Warga Menang atas Sengketa Informasi yang Disembunyikan Kementerian ESDM



Berita Baru, Samarinda – Dua gugatan sengketa informasi penting atas data dan dokumen yang selama ini disembunyikan oleh Kementerian ESDM di sektor pertambangan dikabulkan oleh Majelis Hakim Komisioner Komisi Informasi Publik (KI), Kamis (20/01). Dua sidang tersebut diselenggarakan secara virtual dan terpisah.

Menurut Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (JATAM Kaltim) keputusan ini memberi penegasan bahwa masa-masa praktik gelap melanggar hukum hak-hak publik para oligarki tambang dalam proses memperoleh dan perpanjangan izin sudah berakhir.

Sengketa informasi pertama yang dikabulkan KIP adalah gugatan yang didaftarkan JATAM Kaltim pada 17 November 2020. JATAM Kaltim (pemohon) menggugat Kementerian ESDM (termohon) atas ketertutupan 5 perusahaan pemegang Kontrak Karya Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan 4 jenis dokumen evaluasi. Semua gugatan ini dikabulkan.

Majelis Hakim komisioner juga memutuskan pembatalan SK Menteri ESDM Nomor 002 Tahun 2019 tentang Klasifikasi Informasi Yang Dikecualikan Sub Sektor Mineral dan Batubara yang menyebutkan Dokumen Kontrak PKP2B dan Kontrak Karya (KK) beserta perubahannya sebagai data dan informasi yang dikecualikan atau rahasia negara.

“Ini adalah kemenangan publik, kemenangan warga yang selama ini terdampak operasional tambang. Putusan KIP ini juga menunjukkan bahwa langkah menyembunyikan data dan informasi yang selama ini kerap dilakukan Kementerian ESDM adalah perbuatan salah secara hukum,” ujar Muhamad Jamil, Kuasa Hukum Penggugat.

Putusan sengketa informasi itu disampaikan tiga hakim komisioner yakni Ketua Majelis Komisioner (MK) Hendra J Kede, beranggotakan Cecep Suryadi dan Arif A Kuswardono didampingi Panitera Pengganti (PP) Eni Fajar. Gugatan dengan termohon Kementerian ESDM ini sendiri bernomor 025/REG PSI/XI/2020.

Ada pun objek gugatannya; pertama, Kontrak Karya 5 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Pulau Kalimantan yang masa izin dan kontraknya akan berakhir mulai 2021 hingga 2025; kedua, catatan perkembangan diskusi pemerintah tentang evaluasi perpanjangan izin dan kontrak; ketiga, rekaman dan atau notulensi rapat pemerintah tentang proses evaluasi terhadap izin yang mengajukan perpanjangan izin dan kontrak; keempat, daftar nama, profesi dan jabatan, pihak-pihak serta lembaga mana saja yang terlibat dan diundang dalam evaluasi perpanjangan dalam mengevaluasi kontrak PKP2B yang akan berakhir.

“Dengan putusan ini, maka perpanjangan izin PT Arutmin, dan yang sedang berlangsung PT Kaltim Prima Coal, tidak sesuai dengan regulasi. Karena prosesnya tertutup, tidak melibatkan publik, padahal selama beroperasi, dua perusahaan itu telah menyebabkan banyak kerugian bagi lingkungan dan masyarakat. Kami mendesak operasi tambang Arutmin dan KPC harus dihentikan dan lakukan evaluasi,” tegas Pradarma Rupang, Dinamisator JATAM Kaltim.

Gugatan sengketa informasi kedua yang dikabulkan KIP hari ini adalah yang diajukan oleh Serli Siahaan, warga Kabupaten Dairi, Sumatera Utara kepada termohon Kementerian ESDM. Objek yang disengketakan adalah salinan dokumen Kontrak Karya Hasil Renegosiasi Terbaru dan Salinan SK Kontrak Karya Nomor 272.K/30/D/DJB/2018 beserta dokumen pendukungnya milik PT. Dairi Prima Mineral.

PT DPM yang dimiliki keluarga Bakrie ini, sebagian besar sahamnya (51%) telah dijual ke China Nonferrous Metal Mining Group (NFC), perusahaan pertambangan logam milik negara Tiongkok.

“Ini adalah sebuah kemenangan besar bagi kami, warga Dairi. Putusan ini memberi semangat bagi perjuangan kami yang berjuang mempertahankan wilayah kami yang terancam dan telah menjadi korban operasi tambang DPM,” kata Serli yang dalam gugatan sengketa ini dibantu oleh Sekretariat Bersama Tolak Tambang Dairi, sebuah Koalisi yang terdiri dari Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu), JATAM Nasional, Yayasan Diakonia Pelangi Kasih, dan Yayasan Petrasa.

Perjuangan warga Dairi melawan PT DPM telah lama berlangsung terhitung sejak penandatangan kontrak karya (KK) No.53/Pres/1/1998 tertanggal 17 Februari 1998 dilakukan. Perlawanan warga semakin gencar ketika PT DPM mulai melakukan eksplorasi yang menyebabkan banjir bandang, hingga naik ke tahap operasi produksi pada 2018 lalu.

Seluruh proses perizinan yang dilakukan pemerintah dan perusahaan berlangsung tertutup, padahal, konsesi tambang PT DPM yang mencapai lebih dari 24 ribu hektar itu, mengkapling lahan pertanian dan perkebunan, juga masuk di area pemukiman warga dan fasilitas publik, seperti gereja, masjid, dan sekolah.

“Selama ini, informasi izin tersebut selalu disimpan dan dirahasiakan. Permintaan dokumen perizinan perusahaan yang kami lakukan pada 2018 juga ditolak ESDM. Padahal apa yang termuat dalam dokumen itu menyangkut kehidupan kami dan kami perlu tahu. Ini awal yang baik dan memberi tambahan semangat dan menunjukkan kepada masyarakat bahwa hak-hak publik itu lebih tinggi dari apapun termasuk hak informasi yang berhubungan dengan ruang hidup warga,” tambah Serli.

Konsesi tambang PT DPM yang terbentang dari Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat di Sumatera Utara hingga Kota Subulussalam, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, terletak di jantung dari salah satu daerah kerak bumi yang paling tidak stabil secara seismik. Jaraknya sekitar 150 mil timur dari batas antara lempeng geologis yang dikenal sebagai subduksi Sunda, yang telah memicu letusan besar gunung berapi termasuk Toba dan Krakatau pada tahun 1883.

Daerah ini juga terdampak saat terjadi gempa di Samudera Hindia dan tsunami pada 2004 dan berjarak hanya beberapa mil dari patahan Sumatera Besar, yang dikenal karena menghasilkan gempa bumi yang berlangsung selama beberapa menit pada suatu waktu dan telah menghancurkan infrastruktur seperti bendungan.

Secara keseluruhan, Bukit Barisan memiliki 35 gunung berapi aktif.

“Keberadaan PT DPM ini berisiko besar bagi keselamatan warga, tidak saja terkait tambang bawah tanah yang memakai bahan peledak, tetapi, bendungan limbah tailing raksasa untuk menampung limbah tambang berada di atas tanah yang labil dan patahan gempa Sumatera. Semua itu berpotensi besar menghancurkan lahan-lahan pertanian dan perkebunan, juga akan menenggelamkan desa-desa di bagian hilir”,’ ujar Jamil.

Dengan demikian, putusan hukum atas sengketa informasi di KIP oleh warga Dairi mestinya menjadi acuan bagi pemerintah untuk menghentikan operasi dan segera mengevaluasi PT DPM, termasuk menghentikan permanen seluruh proses adendum AMDAL di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (Mil/ Iz)