Jaringan Gusdurian Desak Jaga Integritas dan Martabat Pemilu
Berita Baru, Jakarta – Jaringan Gusdurian Indonesia melalui Gardu Pemilu menemukan sebanyak 105 dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi selama masa kampanye hingga 8 Februari 2024. Gardu Pemilu Jaringan Gusdurian mencatat bahwa 58 dari dugaan pelanggaran tersebut berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara.
Dalam sebuah pernyataan sikap terkait situasi politik Pemilu 2024 pada Jumat (9/2/2024), Jaringan Gusdurian menekankan pentingnya menjaga integritas dan martabat Pemilu untuk memastikan proses peralihan kekuasaan berlangsung damai, terbuka, adil, dan bermartabat.
“Kami menyayangkan terjadinya sejumlah dugaan pelanggaran yang terjadi sebelum dan selama masa kampanye terbuka Pemilu 2024, seperti pelanggaran netralitas pejabat dan aparat negara, penyalahgunaan sumber daya negara, kekerasan berbasis politik, penyebaran hoaks, misinformasi, serta disinformasi, serta perbuatan yang merendahkan martabat. Penting untuk memastikan dugaan pelanggaran tidak lagi terjadi,” demikian dikutip dari rilis resmi Jaringan Gusdurian.
Mereka juga menuntut para penyelenggara negara dari pusat hingga daerah, khususnya Presiden sebagai kepala negara, para penegak hukum, TNI-POLRI, dan kejaksaan, untuk tetap menjaga integritas, kejujuran, dan sikap netral agar proses politik pemilu dapat berlangsung dengan demokratis, jujur, adil, dan bermartabat.
“Kami mengajak masyarakat untuk menggunakan hak politiknya dengan memilih sesuai dengan hati nurani atas pertimbangan rekam jejak, bukan karena intimidasi, paksaan, maupun iming-iming berupa materi,” katanya.
Selain itu, Jaringan Gusdurian juga meminta para penyelenggara Pemilu untuk menjaga integritas, keadilan, dan profesionalisme selama penyelenggaraan pemilu.
“Pelanggaran etika sebagaimana telah diputuskan DKPP telah dilakukan oleh KPU tidak boleh terulang karena penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran etika hanya akan merusak integritas pemilu dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara, yang berujung pada kepercayaan publik terhadap legitimasi hasil Pemilu,” jelas Gusdurian.