Indonesia Mulai Restrukturisasi dan Reformasi Ekonomi
Berita Baru, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut Indonesia mulai melakukan restrukturisasi dan reformasi ekonomi setelah pandemi COVID-19 hampir berakhir.
“Reformasi yang mungkin bisa membutuhkan waktu 70 tahun untuk menyelesaikannya, namun Indonesia bisa melakukannya selama pandemi COVID-19. Sehingga ketika pandemi hampir berakhir, kami mulai melakukan restrukturisasi dan reformasi ekonomi,” kata Menko Airlangga.
Hal itu disampaikan dalam Public Lecture pada The CSIS ASEAN Leadership Forum bertajuk ‘Indonesia’s Economic Priorities: A Conversation with Airlangga Hartarto’, Selasa (25/10).
Airlangga menuturkan, Indonesia juga memanfaatkan momentum pandemi COVID-19 untuk mengembangkan transformasi digital, yang meliputi penggunaan aplikasi PeduliLindungi dan pengembangan sistem e-payment melalui QRIS.
Kemudian, lanjutnya, Indonesia juga berkomitmen untuk turut berperan menghadapi tantangan perubahan iklim global melalui transformasi energi dengan upaya diversifikasi energi dan upaya konservasi energi.
“Perekonomian Indonesia saat ini telah berjalan dengan sangat baik, dan dengan recovery ekonomi dari pandemi yang terus berlanjut dengan kecepatan tinggi. Pertumbuhan PDB Indonesia sebesar lebih 5 persen saat ini telah melampaui pertumbuhan PDB Indonesia pra-pandemi,” ujar Airlangga.
Dalam laporan World Economic Outlook terbaru pada Oktober 2022, International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5,3 persen, di tengah perkiraan penurunan pertumbuhan ekonomi global yang menjadi 3,2 persen.
Selain itu, Indonesia juga akan menjadi ketua ASEAN pada 2023, dimana terdapat peluang perluasan kerja sama regional dengan mitra ASEAN dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Dalam keketuaan ini, Indonesia akan melanjutkan keempat pilar yang dibahas dalam G20, yakni arsitektur kesehatan global, transformasi digital, transisi energi, dan ketahanan pangan.
Sementara, terkait RCEP, Airlangga menyebut daya tariknya saat ini lebih tinggi, dimana penting untuk mendukung rantai pasokan global, serta menghilangkan 92 persen dari tarif bea masuk negara- negara anggota.
Dalam pertemuan itu turut hadir Menteri Perindustrian beserta beberapa pejabat Kemenko Perekonomian dan Kementerian Perindustrian, CEO CSIS John J. Hamre, dan Director CSIS untuk Kawasan Asia Tenggara Gregory B. Poling.