Indonesia Berada di Peringkat Tengah Transparansi Anggaran Penanganan Covid-19
Berita Baru, Jakarta – The International Budget Partnership (IBP) merilis laporan penelitian penilaian kinerja pendanaan penanganan dampak pandemi Covid-19 pada 120 negara di dunia, termasuk Indonesia.
IBP menemukan adanya kelemahan dalam transparansi dan pengawasan pada pengelolaan anggaran tersebut. Penilaian cepat ini menggunakan 26 indikator untuk menilai aspek transparansi, pengawasan dan partisipasi publik dalam pengelolaan penganggaran penanganan dampak pandemi.
Rilis laporan penilaian untuk Indonesia diluncurkan dalam IBP pada kegiatan Webinar yang dihadiri oleh Kunta W Nugraha (Staff Ahli bidang Pengeluaran Negara, Kementerian Keuangan), serta berbagai perwakilan lembaga pemerintah dan kelompok masyarakat sipil, Kamis (03/6).
Yuna Farhan, Country Manager IBP di Indonesia, mengatakan bahwa secara umum temuan dari laporan penilaian cepat ini antara lain Hampir 2/3 negara gagal menyediakan informasi yang memadai pada paket kebijakan fiskal mereka
Selanjutnya, hanya seperempat negara yang mampu mempublikasikan hasil audit penganggaran dampak pandemi Covid-19 sampai akhir tahun 2020.
Hampir setengah negara yang menjadi objek penelitian tidak melalui prosedur persetujuan legislatif dalam proses perencanaan penganggaran Covid-19 dan hanya 22 negara yang mempublikasikan informasi paket kebijakan fiskal penanganan Covid-19 untuk perempuan
IBP di Indonesia juga melakukan penelitian kredibilitas anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Ditemukan pola “scattered” atau terpisah pisah dan minim dalam penyajian informasi perencanaan dan penganggaran dampak pandemi Covid-19,” ujar Dede Krishnadianty, peneliti Budget Credibility, IBP.
Selain itu kecepatan penyerapan utang yang jauh lebih cepat daripada penyerapan belanja PEN yang hanya mencapai 83,4%.
“Posisi Indonesia berada pada kategori tengah-tengah atau “sedikit/some” dari 5 kategori yang digunakan,” ujar Misbah Hasan Sekretaris Jenderal FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) yang merupakan mitra IBP di Indonesia dalam melakukan penelitian ini.
Selain ruang partisipasi yang terbatas, pemerintah juga tidak melakukan ‘impact assessment’ kebijakan anggaran COVID-19 terhadap kelompok perempuan dan kelompok marjinal lainnya.
Di tengah ruang partisipasi yang terbatas selama masa pandemi, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), Perkumpulan Inisiatif, Seknas FITRA dan Kota Kita sedang melakukan penguatan keterlibatan kelompok marjinal dalam pengawasan kebijakan dan anggaran penanganan COVID- 19 dan PEN.
“KNTI organisasi berbasis nelayan tradisional telah dan sedang melakukan pemetaan partisipatif cepat dampak pandemi terhadap nelayan tradisional yang sulit menjual ikan hasil tangkapannya,” ujar Dani Setiawan, Ketua Harian DPP KNTI.
Hasil pemetaan KNTI tahun 2020 di 5 daerah yang melibatkan 2,068 nelayan tradisional menemukan masih sulitnya akses BBM bersubsidi untuk nelayan kecil dan tradisional.
Hal serupa dilakukan SPRI yang aktif mendampingi kelompok perempuan miskin kota dengan melakukan audit sosial dampak pendemi terhadap masyarakat miskin kota di 35 kelurahan DKI Jakarta mencakup 3,948 rumah tangga miskin pada tahun 2020 lalu.
Dika Muhammad, Sekjen SPRI mengatakan, pihaknya menemukan rumah tangga kategori sangat miskin meningkat hingga 38% selama masa pandemi, dan
sebanyak 2,892 KK miskin yang layak mendapatkan PKH, tidak mendapatkan program ini. Pada awal tahun 2021 ini KNTI dan SPRI sedang melakukan proses serupa dengan cakupan wilayah yang lebih banyak.
Karenanya, ia mendesak proses pembicaraan pendahuluan kebijakan fiskal 2022 yang tengah berlangsung antara Pemerintah dan DPR wajib melibatkan kelompok marjinal.
Dadan Ramdhan, Sekjen Perkumpulan Inisiatif, menegaskan, kebijakan Fiskal 2022 khususnya untuk belanja bantuan sosial dan subsidi harus disajikan secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat luas.
“Proses perumusan serta pengawasan pelaksanaan kebijakan harus melibatkan masyarakat, terutama kelompok masyarakat marjinal yang terkena dampak kebijakan tesebut,” tandasnya.
Terkait hal tersebut, Koalisi Masyarakat sipil memberikan sejumlah rekomendasi:
- Pemerintah perlu memutakhirkan portal-portal informasi terkait Covid-19 secara rutin, dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat akan informasi yang lebih detil.
- Diperlukan adanya informasi kebijakan fiskal yang terkonsolidasi dan rinci yang menggambarkan kebutuhan penganggaran, tingkat yang bisa dijalankan dalam APBN, serta kinerja penganggaran, terutama yang berkaitan dengan perempuan dan masyarakat yang terpinggirkan.
- Situs informasi pengadaan barang dan jasa perlu dimutakhirkan agar masyarakat bisa dengan mudah pengadaan selama masa pandemi.
- BPK dan DPR perlu dengan segera menginformasikan hasil pengawasannya terkait kebijakan-kebijakan penanganan pandemi, termasuk program PEN.
- Pemerintah, termasuk BPK dan DPR, perlu melibatkan publik lebih banyak dalam penentuan serta pelaporan kinerja penganggaran selama masa pandemi Covid-19.