Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

ICJR
Ilustrasi Narkotika (Foto: ICJR)

ICJR Soroti Kewenangan Besar Polri dalam Kasus Narkotika: Minim Pengawasan, Marak Penyalahgunaan



Berita Baru, Jakarta – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dalam siaran persnya, Kamis (5/12/2024), menyoroti masalah mendalam dalam penanganan kasus narkotika oleh aparat kepolisian. ICJR menilai bahwa permasalahan ini bukan sekadar ulah oknum, melainkan lahir dari kebijakan yang buruk, kewenangan besar tanpa pengawasan, dan lemahnya regulasi pasar narkotika di Indonesia.

Berdasarkan data KontraS, sepanjang 2019–2022 terdapat 106 insiden keterlibatan polisi dalam peredaran narkotika ilegal, melibatkan 178 anggota polisi dari berbagai level, mulai Polsek hingga Polda. Beberapa nama besar seperti Irjen Teddy Minahasa (mantan Kapolda Sumatera Barat), AKBP Dody Prawiranegara (mantan Kapolres Bukittinggi), dan Kompol Kasranto (mantan Kapolsek Kalibaru) turut terjerat. Fakta persidangan menunjukkan Irjen Teddy Minahasa bahkan meminta bayaran Rp100 miliar untuk meloloskan 1 ton sabu dari Taiwan.

“Ini mencerminkan penyalahgunaan kewenangan yang memberikan perlindungan terhadap bandar narkotika melalui pasar gelap yang tidak diawasi dengan baik oleh pemerintah,” ujar perwakilan ICJR dalam siaran persnya.

ICJR juga menyoroti masalah fundamental dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika), yang dinilai tidak membedakan secara tegas antara pengguna dan pengedar narkotika. Akibatnya, pemerintah kehilangan fokus dalam menangani peredaran narkotika dan justru menciptakan peluang bagi aparat untuk terlibat dalam transaksi ilegal.

“Minimnya pengawasan terhadap kewenangan besar yang dimiliki polisi dalam menangani kasus narkotika semakin memperbesar pasar gelap, yang tidak hanya dikuasai oleh pelaku kriminal tetapi juga oleh aparat korup,” tambah ICJR.

Untuk itu, ICJR mendesak sejumlah langkah penting:

  1. Komisi III DPR RI dan lembaga independen seperti Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman untuk melakukan investigasi dan pengawasan mandiri terkait kebijakan narkotika.
  2. Pemerintah dan DPR untuk merancang ulang kebijakan narkotika dengan pendekatan kesehatan serta memperkuat penanganan kejahatan terorganisir lintas negara.
  3. Evaluasi menyeluruh terhadap kewenangan aparat kepolisian, serta melanjutkan pembahasan revisi UU Narkotika dan KUHAP.

ICJR menekankan bahwa tanpa kehadiran negara dalam regulasi yang tegas, pasar gelap narkotika akan terus menjadi ladang subur penyalahgunaan kewenangan aparat. “Kebijakan yang ada saat ini hanya memperkuat korupsi di tubuh penegak hukum. Negara harus hadir dan bertindak segera,” tutup ICJR.