ICJR Apresiasi Tuntutan Bebas I Nyoman Sukena dan Serukan Konsistensi Penerapan Asas Oportunitas
Berita Baru, Jakarta – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi langkah jaksa penuntut umum yang menuntut bebas I Nyoman Sukena dalam kasus pemeliharaan satwa dilindungi, yaitu empat ekor landak jawa. Kasus yang sempat mendapat sorotan publik ini berakhir dengan tuntutan bebas oleh jaksa, yang menilai tidak adanya niat jahat (mens rea) dalam tindakan terdakwa.
I Nyoman Sukena ditangkap pada Maret 2024 oleh Ditreskrimsus Polda Bali karena memelihara landak jawa untuk keperluan ritual keagamaan Hindu, di mana ia didakwa melanggar Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE). Namun, pada persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar pada 13 September 2024, jaksa menyimpulkan bahwa tindakan terdakwa bertentangan dengan kewajiban hukum untuk mematuhi peraturan, namun didasari oleh itikad baik dan kurangnya pemahaman tentang jenis satwa yang dilindungi.
“Jaksa telah menggunakan pertimbangan yang tepat dengan melihat bahwa tidak ada mens rea dalam kasus ini. Langkah ini patut diapresiasi, namun penting untuk diingat bahwa jaksa memiliki kewenangan dominus litis, termasuk asas oportunitas, yang memungkinkan mereka untuk tidak membawa perkara ke pengadilan demi kepentingan umum,” ujar perwakilan ICJR dalam pernyataan resminya, dikutip dari laman siaran pers ICJR dalam postingan instagram @icjrid, pada Rabu (18/9/2024).
ICJR menilai bahwa kasus ini seharusnya sejak awal tidak perlu diajukan ke persidangan. Menurut mereka, meskipun tuntutan bebas ini muncul di tengah perhatian publik, jaksa harus tetap konsisten menerapkan asas oportunitas dalam kasus-kasus serupa yang tidak menunjukkan adanya niat jahat. “Tuntutan bebas tidak seharusnya hanya terjadi karena kasus tersebut viral. Jaksa harus mengimplementasikan prinsip ini pada kasus lain, terutama yang menyangkut tersangka yang tidak memiliki niat kriminal,” tambah ICJR.
ICJR juga mengaitkan kasus ini dengan kasus Septia, seorang pekerja yang dilaporkan pidana oleh pengusaha Jhon LBF setelah mengkritiknya di media sosial terkait isu ketenagakerjaan. ICJR menekankan bahwa dalam kasus tersebut, jaksa juga seharusnya mempertimbangkan asas oportunitas, mengingat Septia tidak memiliki niat jahat dan hanya memperjuangkan hak-hak pekerja.
“Kasus Septia adalah contoh lain di mana jaksa seharusnya bisa menggunakan asas oportunitas untuk tidak menuntut. Apa yang dilakukan Septia adalah menyuarakan hak-hak ketenagakerjaan, bukan tindakan kriminal,” lanjut ICJR.
ICJR berharap langkah jaksa dalam kasus I Nyoman Sukena ini dapat menjadi contoh yang konsisten di masa mendatang, terutama dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat dan kelompok rentan yang kerap menjadi korban kriminalisasi. “Jaksa perlu terus mengedepankan asas oportunitas, bukan hanya untuk menjaga kepentingan hukum, tetapi juga demi keadilan bagi masyarakat luas,” tutup ICJR.