Hilirisasi EKonomi di Indonesia Belum Maksimal dan Masih Banyak Konflik Sosial
Beritabaru.co – Universitas Nasional menyelenggarakan Seminar Hasil Riset bertajuk “Membangun Harmoni yang Produktif antara Pekerja Asing-Domestik dan Masyarakat Lokal: Tantangan, Kesempatan, dan Kebijakan Investasi Hilirisasi di Indonesia” pada Kamis, 12 Desember 2024.
Seminar ini berlangsung di ruang seminar lantai 3 Universitas Nasional Ragunan dan menghadirkan sejumlah narasumber ahli di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
Dalam seminar itu, Edi Sugiono, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nasional, mengulas dinamika hilirisasi industri di Kota Batam dan Kabupaten Konawe, khususnya dari aspek tantangan dan peluang tenaga kerja. Dalam paparannya, ia menyoroti konflik sosial yang muncul akibat proyek hilirisasi.
“Di Kota Batam, relokasi masyarakat Pulau Rempang untuk proyek smelter pasir silika memicu ketegangan sosial dan hukum. Selain itu, mayoritas tenaga kerja lokal yang hanya berpendidikan SLTA atau di bawahnya menghadapi ketimpangan keterampilan yang signifikan,” ujar Edi.
Namun, ia juga mengungkapkan optimisme terhadap dampak hilirisasi.
“Proyek hilirisasi pasir silika di Batam diproyeksikan menciptakan 37.000 lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan investasi mencapai USD 11 miliar,” tambahnya.
Sementara itu, Kabupaten Konawe menghadapi tantangan berbeda, terutama terkait ketimpangan upah dan keterbatasan keterampilan lokal.
“Ketimpangan upah antara tenaga kerja lokal dan asing menjadi sumber ketidakpuasan. Di sisi lain, program pelatihan teknis yang dilakukan perusahaan seperti PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) memberikan peluang peningkatan kualitas SDM lokal,” jelas Edi.
Fajar Dwi Wishnuwardhani, seorang ahli ketenagakerjaan, menyoroti dasar hukum peningkatan nilai tambah mineral dalam negeri yang diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2020. Ia menekankan pentingnya hilirisasi dalam transformasi ekonomi.
“Hilirisasi tidak hanya meningkatkan nilai ekspor dan serapan tenaga kerja, tetapi juga menyediakan bahan baku industri dalam negeri. Meski demikian, tantangan seperti kurangnya infrastruktur dan SDM yang terampil masih harus diatasi,” terang Fajar.
Ia juga menyoroti posisi strategis Indonesia dalam industri nikel global.
“Dengan total cadangan 5,24 miliar ton, Indonesia menduduki peringkat pertama dunia. Namun, untuk memaksimalkan potensi ini, alih teknologi dan transfer keahlian dari tenaga kerja asing ke lokal menjadi kunci,” imbuhnya.
Seminar ini menyoroti bahwa meskipun hilirisasi memberikan dampak positif terhadap ekonomi daerah seperti peningkatan PDRB di Konawe hingga 22,52% pada 2023, tantangan sosial dan ekonomi masih memerlukan kebijakan inklusif dan kolaborasi lintas sektor.
“Hilirisasi bisa menjadi katalis pertumbuhan ekonomi, tetapi keberhasilannya bergantung pada kemampuan kita menciptakan harmoni antara pekerja asing, domestik, dan masyarakat lokal,” tutup Edi Sugiono.