Hari ke-3 Lockdown China, Penduduk Tidak dapat Mengakses Makanan, Obat-obatan dan Kebutuhan Pokok
Berita Baru, Internasional – Memasuki hari ketiga penguncian ketat (lockdown), muncul kisah-kisah keputusasaan di Shanghai dengan semakin meluasnya laporan tentang penduduk yang tidak dapat mengakses makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya.
Awal pekan ini, kebijakan penguncian Covid kota diperpanjang tanpa batas setelah pembatasan yang dilakukan secara bertahap gagal menahan infeksi.
Terlepas dari upaya tersebut, kasus Shanghai terus meningkat karena pengujian wajib terus berlanjut. Kota itu melaporkan 20.398 infeksi baru pada hari Jumat, 824 di antaranya bergejala.
Seperti dilansir dari The Guardian, orang dengan kasus Covid-19 ringan dan tanpa gejala dikarantina di Shanghai New International Expo Center.
Permintaan bantuan warga beredar di Weibo, platform microblogging China, di mana penduduk mengeluh tentang kurangnya makanan dan tindakan penguncian yang ketat.
“Di mana pun Anda tinggal, apakah Anda punya uang atau tidak, Anda harus mengkhawatirkan pangan dan bagaimana Anda bisa membeli sesuatu,” tulis salah satu komentar pada Kamis (7/4).
“Apakah kamu ingin membuat orang-orang Baoshan kelaparan sampai mati?” tulis seorang penduduk dari distrik pinggiran kota, mengeluh tentang kekurangan makanan.
Ada juga tanda-tanda bahwa relawan medis yang telah dibawa ke kota untuk membantu upaya pandemi itu sendiri berjuang untuk mengakses makanan.
“Apakah persediaan hanya untuk penduduk Shanghai? Sebagai orang luar, saya bisa menjadi sukarelawan, tetapi mengapa barang dan perlengkapan tidak diberikan kepada kami?” seorang sukarelawan medis wanita menangis dalam sebuah video di Douyin, platform mirip TikTok China.
Satu video yang diposting ke media sosial, yang belum diferivikasi, menunjukkan seorang pria berteriak di telepon kepada pihak berwenang, mengatakan dia mati kelaparan.
Permintaan tolong yang semakin meningkat juga memicu kekhawatiran di tempat lain di negara ini. “Setiap hari ketika saya bangun dan memeriksa Weibo, di sana ada postingan yang berteriak minta tolong atau postingan kasar tentang tidak bisa mengambil makanan. Tidak ada yang menyangka bahwa pada tahun 2022 akan terjadi kekurangan pangan skala besar di Shanghai,” tulis seorang pengguna Weibo dari Ningbo, selatan kota di provinsi Zhejiang, Kamis (7/4).
Para pengamat HAM juga menyatakan keprihatinan yang meningkat dengan mengatakan: “Penggunaan kata ‘lockdown’ bisa sangat tidak tepat jika digunakan di China dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia,” kata Maya Wang, peneliti senior di Human Rights Watch, menambahkan bahwa kata itu tidak sepenuhnya menangkap tingkat keparahan dari situasi.
Penguncian ketat di kota kosmopolitan berpenduduk 26 juta jiwa itu menjadi tantangan terbesar bagi di China. Analis mengatakan pelonggaran pembatasan tidak mungkin dilakukan menjelang pertemuan kongres partai nasional ke-20 pada November, di mana pemimpin China, Xi Jinping, diperkirakan akan mencalonkan diri untuk masa jabatan lima tahun lagi.