Harga Naik, SKK Migas Mulai Menyisir Produksi Lapangan Potensial
Berita Baru, Jakarta – SKK Migas kembali berencana mengevaluasi beberapa rencana pengembangan (plan of development/POD) lapangan migas yang sebelumnya tak ekonomis untuk dapat segera diproduksikan. Ini demi memanfaatkan momentum naiknya harga minyak mentah dunia yang tembus di atas US$ 100 per barel.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno belum memberikan secara pasti berapa lapangan yang akan diproduksikan atau dikembangkan. Namun, yang pasti saat ini pihaknya tengah berporoses untuk melakukan evaluasi.
“Masih sedang berproses, dimulai dari Bidang Perencanaan,” kata Julius kepada awak media, Jumat (4/3).
Menurut Julius, kenaikan harga minyak dunia saat ini dapat menjadi momentum dalam menggenjot produksi migas nasional yang lebih intensif. Beberapa diantaranya melalui tambahan kandidat sumur-sumur yang dapat dilakukan pengeboran infill, workover, serta well service.
“Selain itu (SKK Migas) juga selalu mendorong usaha-usaha atau langkah-langkah percepatan projects untuk segera bisa onstream dan langsung bisa menambah produksi,” katanya.
Seperti diketahui, harga minyak mentah dunia telah tembus di atas US$ 100 per barel imbas dari pecahnya perang antara Rusia dan Ukraina. Hal ini merupakan rekor tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.
Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (4/3) pukul 11.30 WIB, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman Mei 2022 naik 1,46% ke level US$ 112,07 per barel. Sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman April 2022 naik 2,05% ke level US$ 109,72 per barel.
Bahkan harga minyak jenis Brent sempat ditutup pada level U$ 114.56 per barel pada Rabu (2/3) kemarin.
Harga minyak dunia terus melonjak seiring sanksi global terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina diperberat. Analis menilai, bahwa dunia mulai memandang dampak sanksi tersebut bagi ekspor minyak Rusia yang menyebabkan reli kenaikan harga.
“Kita mulai melihat apa dampak sanksi terhadap ekspor minyak Rusia dan tantangan yang mereka timbulkan. Itu mendorong harga lebih tinggi,” kata analis pasar senior di OANDA, Craig Erlam, seperti dikutip dari Reuters.
Kenaikan harga minyak tak terbendung meskipun ada kesepakatan global untuk melepaskan 60 juta barel cadangan minyak mentah untuk mencoba menjinakkan lonjakan harga. “Kami melihat reaksi yang kurang baik ketika ini terjadi pada November dan itu sebelum Rusia menginvasi Ukraina,” kata Erlam.