Gus Menteri Rilis Metodologi Pengukuran SDGs Desa
Berita Baru, Jakarta – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, arah pembangunan desa yang dituangkan dalam SDGs Desa diyakini berkontribusi 74 persen terhadap pencapaian tujuan nasional berkelanjutan.
SDGs Desa merupakan pembumian Suistanabel Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Nasional yang diundangkan lewat Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2020. SDGs Desa sendiri menambahkan poin ke-18 yaitu Kelembangaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif
“Berdasarkan aspek kewilayahan, 91 persen wilayah Indonesia adalah wilayah desa, 11 tujuan pembangunan nasional berkelanjutan berkaitan erat dengan kewilayahan desa. Sedangkan aksi menuju tercapainya 12 SDGs desa berkontribusi 91 persen pencapaian tujuan pembangunan nasional berkelanjutan,” ujar Gus Menteri, sapaan akrab Abdul Halim Iskandar.
Selain itu, pembangunan nasional berkelanjutan berdasarkan aspek kewargaan, lanjut Gus Menteri adalah 43 persen penduduk Indonesia ada di Desa, tujuan pembangunan nasional berkelanjutan berkaitan erat dengan warga desa dan aksi menuju tercapainya 6 SDGs Desa berkontribusi 43 persen pembangunan nasional.
Gus Menteri menekankan bahwa SDGs desa adalah pembangunan total atas desa. “Seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada yang terlewat,” tegas Gus Menteri dalam pernyataan pers virtual, Kamis (10/12/2020)..
Pembangunan desa mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan dan generasi mendatang tetap menjadi bagian dari pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan.
Disebutkan, dasar pemikiran munculnya SDGs 18 yaitu menghargai keberadaan bangsa Indonesia yang beragam dalam agama, budaya, bahasa dan adat istiadat. Juga menampung kearifan lokal masyarakat dan kelembagaan desa yang produktif agar bertahan bahkan berkembang.
Penjelasan mengenai SDGs Desa ini masuk dalam Trilogi Pertama yang dituangkan dalam Buku terbitan pertama yang diberi judul ‘SDGs Desa Percepatan Pencapaian”. Ini merupakan rangkaian pertama dari SDGs Desa.
Trilogi Kedua SDGs Desa pun diterbitkan dalam buku kedua yaitu SDGs Desa, Metodologi dan Pengukuran. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kesuksesan arah pembangunan desa nantinya.
Metodologi adalah apa yang dianggap benar, yaitu tercapainya sasaran-sasaran dari 18 Tujuan SDGs Desa, terpenuhinya mekanisme kerja sama antarpihak dalam mencapai
sasaran-sasaran tersebut dan terwujud ketika diterapkan pada level desa.
Metodologi ini telah melewati kontrol akademis dari tiga pergurun tinggi yaitu Universitas Negeri Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta dan Universitas Negeri Surabaya.
Kontrol akademisi dalam bentuk pengecekan kerangka pemikiran, konsep, definisi operasional, dan instrument. Kemudian, rekomendasi atas draft-draft yang disusun. Selanjutnya uji validitas internal instrumen seperti kesesuaian dengan konsep SDGs, dengan hasil valid karena didasarkan pada meta data Perpres 59/2017 tentang pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, diambil yang tepat dibangun pada konteks desa.
Uji Validitas internal dengan uji kesesuaian dengan konsep indikator SDGs Global, Tujuan Pembangunan Nasional dan SDGs Desa maka dilaporkan SDGs Global ada 196 indikator dan Tujuan Pembangunan Nasional ada 241 Indikator.
Kemudian saat dilandingkan ke SDGs Desa ada 222 Indikator yang bisa diterapkan di desa, dimana 210 Indikator SDGs Global dan Nasional serta 12 Indikator yang merupakan penjabaran poin ke-18 SDGs Desa.
Kemudian dilakukan Uji Instrumen Lapangan yang digelar pada 26-30 November 2020 di Desa Sumberagung, Kecamatan Perak dan Desa Bawangan Kecamatan Ploso Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Jumlah kuesioner yang diuji yaitu dua kuesioner desa, 18 kuesioner rukun tetangga, 77 kuesioner keluarga, dan 216 kuesioner individu. Kuesioner desa hanya dua buah, seluruh pertanyaan dapat dijawab perangkat desa.
Empat Desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur dipilih menjadi pilot studi SDGs Desa yang dimulai tahun 2021. Output dari pilot studi keempat desa sebagai bahan penyusunan Trilogi SDGs Desa buku ke-3.
Keempat desa pilot studi itu adalah Desa Kemojing Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap berpenduduk 744 Kepala Keluarga dan Desa Tempel Sari, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung berpenduduk 732 Kepala Keluarga (KK). Keduanya di Jawa Tengah.
Sedangkan dua desa lain di Jawa Timur, masing-masing Mlaten, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro dengan penduduk 751 KK dan Desa Kretek, Kecamatan Taman Krocok, Kabupaten Bondowoso dengan jumlah penduduk 746 KK.
Konsentrasi yang dilakukan kepada 4 desa pilot studi itu berupa sensus untuk seluruh penduduk, keluarga dan rukun tetangga. Kemudian dari sensus itu akan muncul hasil berupa profil desa, profil kependudukan, masalah kewargaan, masalah kewilayahan, serta rekomendasi-rekomendasi mengenai masalah level individu, keluarga, wilayah, tingkat capaian SDGs Desa serta laju pemenuhan sasaran SDGs Desa.
“Empat desa itu memiliki tipologi desa yang berbeda, yaitu pesisir dan pegunungan di Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ujar Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.