Gus Hilmy Kritik Kebijakan 5 Hari Belajar Di Madrasah
Berita Baru, Yogyakarta – Keputusan Kementerian Agama DIY tentang penerapan sistem 5 hari belajar di madrasah mulai bulan Juli 2023 mendapat reaksi negatif dari beberapa pihak.
Anggota DPD RI dari D.I. Yogyakarta, Hilmy Muhammad menyatakan kekecewaannya terhadap kebijakan tersebut. Ia menyoroti pentingnya kebijakan yang mempertimbangkan seluruh pemangku kepentingan dan berlaku adil bagi negeri dan swasta.
Gus Hilmy menegaskan bahwa keputusan tersebut bisa merugikan madrasah diniyah karena akan menyebabkan tergesernya waktu penyelenggaraan pendidikan agama yang berdampak pada kurangnya pendidikan agama dan moral bagi para siswa. Menurutnya, hal ini bisa menyebabkan dekadensi moral dan masalah remaja yang semakin meningkat di Yogyakarta.
Tapi harus menyadari bahwa kebijakan pemerintah itu bisa merambah ke semua komponen. Itu yang akan jadi pedoman masyarakat. Apalagi dampaknya akan sangat besar, utamanya bagi madrasah diniyah,” ujar Gus Hilmy, Jumat (28/7/2023).
Selain itu, Gus Hilmy menyatakan bahwa kebijakan tersebut seharusnya disertai dengan peningkatan kualitas dan standar kompetensi pendidikan agama dan moral untuk memastikan efektivitas pendidikan bagi para siswa. Tanpa itu, kebijakan tersebut dianggap hanya mengurangi waktu pelajaran agama dan pendidikan moral tanpa memberikan jaminan atas peningkatan akhlak dan kemampuan membaca al-Qur’an.
“Yang akibatnya, pasti tambah berkurangnya jam pelajaran agama atau pendidikan moral. Apa pemerintah mau tutup mata dengan kasus kenakalan remaja di Jogja ini? Apa sudah ada rumusan penyelesaiannya? Ada klitih, pergaulan bebas, masalah asusila, vandalisme, dan sebagainya. Ini kan tanggung jawab bersama, dan madrasah diniyah tetap bertahan di antaranya karena itu,” paparnya.
Dia juga menekankan pentingnya membedakan kurikulum antara sekolah dan madrasah, karena keduanya memiliki ciri khas dan fokus pendidikan yang berbeda. Gus Hilmy menyarankan agar kebijakan pemerintah lebih mempertimbangkan usulan dan rekomendasi dari berbagai pihak serta menyadari bahwa kebijakan tersebut bisa berdampak pada seluruh komponen masyarakat.
“Kalau kebijakan soal 5 hari itu disertai dengan kebijakan yang jelas soal penambahan kualitas pendidikan agama dan moral anak, maka itu barangkali akan menarik. Tapi kalau tidak, atau sekadar dikurangi harinya, tanpa ada penambahan jam dan standar kompetensi anak dalam pendidikan agama, maka sungguh itu akan semakin menjadikan pendidikan sia-sia,” tegas Gus Hilmy.