Gus Hilmy Dorong Perempuan Berperan Aktif dalam Gerakan Sosial
Berita Baru, Yogyakarta – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Hilmy Muhammad mendorong perempuan untuk dapat berperan aktif dalam gerakan sosial. Menurutnya, gerakan perempuan telah dicontohkan oleh istri Nabi Muhammad Siti Khadijah yang sangat berperan penting dalam penyebaran agama Islam di awal kenabian.
Hal itu disampaikan pria yang akrab disapa Gus Hilmy itu pada peluncuran dan bedah buku Gerakan Perempuan Islam Moderat: Sejarah Pimpinan Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilaksanakan di Aula G, Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta pada Sabtu (19/03/2022) siang.
“Landasan inilah yang menjadi dasar kesuksesan gerakan perempuan muslim di Indonesia, khususnya yang ada di bawah naungan Nahdlatul Ulama,” ujar Gus Hilmy.
Menurutnya, PBNU pada saat ini memberikan ruang yang besar kepada perempuan, baik secara struktural di syuriyah, tanfidziyah, hingga badan otonom.
“Hal itu karena PBNU tidak menafikan peran gerakan perempuan. Pelibatan perempuan ini mendorong kita untuk semakin melek dan tercerahkan, bahwa kaum perempuan tidak boleh ketinggalan dalam gerakan keilmuan, sosial, dan keagamaan. Oleh sebab itu, perempuan di mana pun berada, harus bersedia terlibat dalam gerakan kemasyarakatan,” tegas Gus Hilmy.
Gus Hilmy yang sekarang juga menjabat Katib Syuriah PBNU tersebut juga menyampaikan apresiasi yang tinggi atas peluncurhan buku itu.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua PW Fatayat NU DIY Rindang Farihah menyampaikan bahwa buku ini disusun selama dua tahun lebih. Banyaknya sumber dan dokumen yang tersebar parsial, cukup menjadi kendala hingga dapat diterbitkan hari ini.
“Agar tidak terputus dengan generasi senior, penulisan ini dilakukan. Selain itu, juga agar dapat mengambil pelajaran atas apa yang sudah pernah diprogramkan dan sukses di masa lalu sehingga bisa dilanjutkan pengurus hari ini. Di antaranya adalah Fatayat dulu pernah punya program Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF). Ini penting untuk dilanjutkan. Selain itu, kita akan tahu bagaimana kontribusi Fatayat di tingkat lokal, nasional, dan internasional,” papar Rindang.
Lebih lanjut, Rindang menjelaskan bahwa buku tersebut merangkum peran PW Fatayat NU DIY sejak pendiriannya pada 1961. Di antaranya dalam mengembangkan moderasi Islam, khususnya isu keadilan dan kesetaraan gender di DIY. Isu pemberdayaan perempuan yang kemudian diperluas cakupannya dengan isu perlindungan anak, menjadi fokus dan prioritas program Fatayat NU.
“Buku ini diharapkan bisa menjadi literatur yang berguna bagi pegiat sosial, akademis, aktivis perempuan, dan masyarakat, khususnya bagi generasi NU dan kader Fatayat NU untuk berjuang di masa depan,” ujar Rindang.
Buku setebal 224 ini dikerjakan oleh delapan penulis perempuan, yaitu Akhiriyati Sundari, Ashilly Achidsti, Kiromim Baroroh, Lindra Darnela, Maria Fauzi, Maryam Fithriati, Wiwin Siti Aminah Rohmawati, Zunly Nadia.