GP Ansor Bela Pernyataan Yaqut Cholil: Itu Pernyataan Normatif
Berita Baru, Jakarta – Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) dengan tegas membela Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, terkait pernyataannya mengenai pemilihan pemimpin berdasarkan kriteria yang lebih dari sekadar penampilan fisik dan komunikasi. GP Ansor memandang pernyataan tersebut sebagai bagian dari pendidikan politik untuk masyarakat.
Wakil Sekjen Pimpinan Pusat GP Ansor, Wibowo Prasetyo, menjelaskan bahwa pemilihan calon presiden dan wakil presiden haruslah didasarkan pada rekam jejak dan kualitas, bukan semata-mata penampilan.
“Pernyataan Menteri Agama itu normatif, memberikan pendidikan politik kepada warga negara agar memilih calon pemimpin tidak hanya berdasarkan penampilan fisik, tetapi juga dari rekam jejaknya, dari jejak rekamnya,” ujar Wibowo Prasetyo seperti yang dikutip dari Detik, Senin (2/10/2023).
Wibowo juga menegaskan pentingnya melihat rekam jejak calon pemimpin, terutama dalam penggunaan agama sebagai alat politik. Pernyataan tersebut, menurutnya, adalah bagian dari pendidikan politik yang harus disampaikan kepada masyarakat.
Sebelumnya, pernyataan Yaqut ini mendapat tanggapan keras dari PKB. Namun, GP Ansor berpendapat bahwa respons PKB terlalu reaktif dan arogan, mengingat pernyataan tersebut tidak merujuk pada nama calon tertentu.
Menurut Nuruzzaman, Kadensus 99 GP Ansor, respons Cak Imin dan Jazilul Fawaid dari PKB terhadap pernyataan Yaqut juga dianggap berlebihan. Ia bahkan menyebut keduanya sebagai politikus yang mudah tersinggung.
Polemik ini dimulai saat Yaqut Cholil Qoumas mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak, bukan hanya berdasarkan penampilan fisik dan kepandaiannya berbicara. Ia juga mengingatkan agar tidak memilih pemimpin yang menggunakan agama untuk kepentingan politik, meskipun ia meyakini bahwa agama dan politik tak dapat dipisahkan sepenuhnya.
Yaqut juga mengingatkan pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 serta Pemilu 2014 dan 2019 yang menurutnya menggunakan agama sebagai alat politik, dan ia berharap agar sejarah seperti itu tidak terulang dalam politik Indonesia.