Film Ghibli ‘From Up on Poppy Hill’ Singgung Urgensi Kolaborasi Laki-Laki dan Perempuan
Berita Baru, Entertainment – Sebagaimana film Ghibli lainnya, From Up on Poppy Hill (2011) juga berangkat dari semangat kesetaraan dan inklusivitas. Film satu ini juga menyoal pentingnya memegang teguh sejarah dan akar budaya masyarakat, khususnya dalam konteks kultur Jepang.
From Up on Poppy Hill ditulis oleh Hayao Miyazaki dan Keiko Niwa. Hayao merupakan sosok dibalik film animasi Ghibli legendaris seperti Castle in The Sky (1986), Spirited Away (2001), dan Howl’s Moving Castle (2004). Spesialnya, film satu ini disutradarai oleh Goro Miyazaki, putra Hayao.
Sinopsis From Up on Poppy Hill
Berlatar di Yokohama, Jepang, tahun 1963, seorang gadis SMA Konan Academy bernama Umi Matsuzaki tinggal bersama saudara-saudara serta neneknya. Ia mengurus keperluan rumah tangga termasuk menyiapkan makanan. Tak lupa, ia mengibarkan bendera di halaman rumahnya setiap pagi.
Bendera sinyal itu memiliki pesan berbunyi, “Saya berdoa untuk perjalanan yang aman.” Ia mengibarkannya untuk memberi kode pada ayahnya, Yūichirō Sawamura, yang kapalnya karam saat Perang Korea. Walau demikian, Umi tetap mengibarkan bendera sinyal itu dengan harapan ayahnya kembali.
Suatu hari, paginya berubah saat ia mendapati sebuah puisi dimuat di koran SMA Isogo, berbunyi, “Gadis cantik, mengapa kamu mengirim pikiranmu ke langit?” Umi mengira puisi itu untuknya, dan ditulis oleh seseorang yang mengetahui dirinya selalu mengibarkan bendera tiap pagi. Apakah itu ayahnya?
Pergerakan Siswa Pertahankan Hak
Di sisi lain, Konan Academy sedang gaduh. Kepala Sekolah dan Dewan Pendidikan memutuskan untuk merobohkan gedung perkumpulan para siswa yang sudah tua, bernama Latin Quarter. Ketua koran sekolah Shun Kazama dan ketua dewan siswa Shirō Mizunuma bersama puluhan siswa berusaha mempertahankan gedung tersebut.
Menurut mereka, gedung ini menyimpan sejarah penting. Di sanalah proses belajar dan perumusan ide terus bertumbuh. Merobohkannya adalah tindakan tak menghargai budaya yang ada. Koran Latin Quarter pimpinan Shun pun aktif mengkritisi nilai-nilai yang diterapkan, khususnya di sekolah, seperti kebebasan untuk menumbuhkan atau memanjangkan rambut.
Tak sengaja, Umi terlibat dalam proyek mempertahankan Latin Quarter, dimulai dengan membantu Shun memotong stensil. Tak butuh waktu lama baginya untuk jatuh cinta pada Shun si cowok idaman. Manis, baik, pintar, dan berani memperjuangkan aspirasi. Beuuuh.
Dalam sebuah rapat tertutup, Shun dengan tegas mengatakan bahwa “menghancurkan gedung tua itu, sama saja membuang segala kenangan masa lalu,” dan “Tak akan ada masa depan bagi orang yang memuja masa depan dan melupakan sejarah seperti kalian!”
Satu lagi kutipan tak terlupakan yang menandai perlawanan siswa terhadap sekolah adalah, “Orang-orang seperti kalian yang mengabaikan suara minoritas tak pantas bicara soal demokrasi.”
Ini Juga Tentang Laki-laki dan Perempuan
From Up on Poppy Hill bukan hanya soal perjuangan menyampaikan aspirasi yang penting untuk dicermati, tapi juga relasi dan penempatan posisi perempuan dalam konstruksi cerita. Di tengah polemik perobohan bangunan, laki-laki sebagai pengguna clubhouse hanya bertemu dan berdiskusi dengan otot, berakhir dengan saling berteriak di ruangan.
Uniknya, clubhouse hanya digunakan oleh laki-laki, atau mayoritas laki-laki. Apakah siswa perempuan tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan ekstra dan bergabung dengan klub seperti klub filsafat, koran sekolah, astronomi, dan lainnya?
Anyway, perempuan datang dengan solusi sederhana: Umi menemui Shun dan mengusulkan untuk membersihkan gedung bersama-sama. Shun setuju. Adegan berikutnya yang sangat kontras adalah ketika sekelompok siswa perempuan memasuki Latin Quarter sambil membawa alat pembersih ruangan, sementara laki-laki di clubhouse memandangi mereka.
Dalam From Up on Poppy Hill, perempuan dipotret lewat peran-peran dominan. Pertama, ia diposisikan erat dengan peran domestik sebagai pengurus rumah yang familiar dengan alat bersih-bersih.
Namun kedua, peran domestiknya itu adalah sarana meneguhkan posisi sebagai aktor eksternal yang mampu berkontribusi dengan memberikan ide dan bergerak mendukung upaya perwujudan aspirasi. Tanpa gagasan dan dukungan Umi serta siswa perempuan lainnya, Shun dan Shiro mungkin masih terlibat perdebatan tanpa akhir.
Pada akhirnya, kolaborasi perempuan dan laki-laki diperlukan untuk mewujudkan dunia yang nyaman dan aman buat bersama. Tentunya, lebih dari mempertahankan sebuah gedung.
Kisah Cinta yang Manis
Sejak momen membersihkan gedung itulah, hubungan Shun dan Umi makin dekat. Mereka saling menyukai, namun halangan besarnya adalah: mereka memiliki ayah yang sama bernama Yuichiro Sawamura. Bahkan Shun menganggap ini adalah kisah melodrama murahan, katanya.
Akhir kisah cinta mereka memang bisa ditebak, namun tumbuhnya relasi kedunya menjadikan kisah ini lebih manis dari bayanganmu! Ghibli agaknya berhasil membangun imaji penonton melalui karakter-karakter yang mengesankan. Shun yang manis akan mengingatkanmu pada Howl atau Ashitaka. Setuju?
Lagipula, poin utamanya bukan pada kisah romantis, From Up on Puppy Hill mengusik benak penonton untuk kembali merenungkan hal-hal yang diwariskan kepada anak muda pasca perang, dalam konteks ini merupakan Perang Korea. yang memisahkan anak-anak dengan orangtua terkasih, menyisakan kerumitan.
Saksikan cuplikan From Up on Poppy Hill di bawah ini, atau tonton filmnya di Netflix, ya!