“Fikih” Inklusif dalam Pelaksanaan Haji 2023
Opini: Prof. Dr. Abd. Aziz
Wakil Rektor II UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung)
Haji barangkali satu ibadah paling berat dalam Islam. Tidak saja kekuatan finansial, ibadah haji mensyaratkan kemampuan fisik dalam menjalankan ibadah. Untuk jamaah haji dari Indonesia, setidaknya diperlukan 40 hari sejak pemberangkatan, pelaksanaan haji, hingga proses kepulangan kembali ke tanah air. Karenanya, Allah tidak pernah mewajibakan umat Islam menjalankan ibadah haji kecuali bagi mereka yang mampu secara finansial dan fisik.
Sejak pemberangkatan calon jemaah haji Indonesia pada akhir Mei tahun ini, mata dan telinga saya terus memantau setiap pemberitaan media dari tanah suci. Hampir setiap hari saya membaca dan menonton pelayanan dan kondisi jamaah haji di sana dan sesekali juga memantau unggahan status teman-teman yang telah menjadi tamu Allah melalui kanal media sosial.
Sebagaimana dimafhumi, penyelenggaraan haji pada tahun ini sangat istimewa sekaligus menantang. Setelah lepas dari pemotongan kuota akibat pandemic Covid-19 dan hadiah penambahan kuota haji 2023 oleh Pemerintah Saudi Arabia, Kementerian Agama akhirnya bisa melepas 221.000 orang jamaah yang haji. Angka ini sekaligus mengukuhkan posisi Indonesia sebagai penyumbang jamaah haji terbanyak di seluruh dunia. Terlebih lagi, kado istimewa lain adalah kesempatan melayani jamaah haji lansia yakni menyentuh angka 65.802. Jamaah haji lansia notabene termasuk dalam kategori rentan dengan resiko tinggi, utamanya dalam hal kesehatan.
Keberpihakan kesempatan haji untuk lansia sudah diterapkan oleh Kementerian Agama. Kebijakan inklusif yang mendorong dan melindungi kelompok rentan dalam menjalankan ibadah haji sudah terbaca sejak penentuan keberangkatan jamaah, seperti prioritas untuk kelompok lansia dalam kuota.
Selain itu, buku putih “Panduan Haji Ramah Lansia” merupakan kebijakan spektekuler dengan corak inklusivisme serta menjadi tonggak sejarah bagi umat Islam dalam mengakomodir kelompok rentan dalam pelaksanaan ibadah haji. Kebijakan ini barangkali satu-satunya yang pernah dilahirkan dalam sejarah haji dan di seluruh dunia. “Panduan Haji Ramah Lansia” menjadi buku manual pertama -jika tidak disebut fikih- dalam sejarah Islam bagaimana kelompok lansia dilindungi dan dijamin tidak saja hak dan kewajiban melaksanakan ibadah, tapi juga perlindungan terhadap hak hidup dan kesehatan mereka.
Kebijakan tentang inklusif terhadap jamaah haji lansia tidak berhenti pada pemberangkatan saja melainkan dilanjutkan dengan memberikan pelayanan pada saat mereka di Makkah maupun Madinah. Saluran informasi tentang ibadah haji tahun 2023 yang sangat komprehensif dan mudah diakses menjadikan haji tahun juga merupakan tahun haji yang istimewa. Setidaknya, haji 2023 menjadi tahun “perjumpaan” jamaah haji dengan tanah suci sekaligus perjumpaan para lansia dengan digital technology.
Kementerian Agama RI di bawah komando Gus Menteri (K.H Yaqut Cholil Qoumas) telah melakukan berbagai persiapan, terobosan, dan mitigasi sebagai alternatif penyiapan berbagai kondisi demi melayani jamaah secara prima dan paripurna. Selain itu, Tagline “Haji Ramah Lansia” menjadi bukti dan semangat keberpihakan pemerintah untuk hadir dalam menyukseskan penyelenggaraan haji dengan semangat dan nilai-nilai inklusi serta keadilan sosial.
Komitmen layanan terbaik tersebut nampak dari beberapa aspek seperti komitmen penyediaan sarana dan prasarana fasilitas yang mendukung kebutuhan serta memenuhi hak lanjut usia dalam penyelenggaraan ibadah haji; Kedua, Perlindungan dan pendampingan bagi jemaah haji lansia yang mengalami keterbatasan fisik, mental, sosial, dan ekonomi.
Semangat dan dedikasi dalam memberikan layanan tersebut telah diupayakan secara maksimal oleh para Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) sesuai dengan amanah Gus Men yang tertuang dalam tiga pesan utama yakni yakni PPIH hendaknya menjadi solusi atas berbagai masalah yang dihadapi jemaah. Petugas diharapkan menjaga sikap dan menghindari tindakan yang dapat menimbulkan masalah, sehingga tidak ada petugas yang bermasalah dengan pihak keamanan Arab Saudi serta menjaga kesabaran dalam menjalankan tugas. Kedua, Sabar dianggap sebagai kunci kesuksesan dan keberhasilan, dan petugas diingatkan untuk tetap bersabar tanpa batas. Ketiga, bekerja secara tim dan menjaga kekompakan.
Petugas diharapkan bekerja sama sebagai tim, menghilangkan ego sektoral, dan saling mendukung dalam mewujudkan layanan terbaik kepada jemaah. Terbukti, penyelenggaran haji tahun ini menjadi salah satu penyelenggaran yang paling sukses meskipun terdapat beberapa catatan evaluasi demi penyempurnaan penyelenggaraan haji tahun depan, kita patut memberikan apresiasi atas berbagai upaya dan semangat dalam bingkai dedikasi, totalitas dan bakti yang telah tertunaikan dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan haji tahun ini. Namun, satu hal yang perlu dicatat tebal dalam haji 2023 adalah dedikasi petugas haji dalam melayani jamaah lansia. Dapat disaksikan dengan mudah bagaimana mereka menyediakan pungungg mereka untuk menggendong para lansia. Tangan mereka sigap untuk menggandeng para lansia yang membutuhkan bantuan.
Akhirul kalam, selamat dan sukses serta terima kasih untuk Kementerian Agama, utamanya petugas haji yang sudah mendedikasikan hidup mereka melayani kelompok rentan dalam beribadah. Ibadah haji tahun 2023 adalah bukti adaptasi prinsip inklusifisme mutlak menjadi doktrin penting dalam menginterpretasi agama, utamanya fikih. Apa yang sudah dilakukan Kementerian Agama melalui haji tahun 2023 adalah bukti konkrit bagaimana fikih berhasil diterjemahkan dalam kerangka kewajiban negara dalam melindungi hak dasar warga negaranya dan pemenuhan tujuan shariah (maqasid shariah). (*)