Evaluasi Akhir Tahun Paramadina, Rektor: Utang APBN ‘Ugal-ugalan’, Demokrasi Masuk Jurang
Berita Baru, Jakarta – Dalam acara evaluasi akhir tahun yang digelar oleh Universitas Paramadina Jakarta, Rektor Didik J. Rachbini menyoroti beberapa isu krusial, terutama terkait pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta kondisi demokrasi di Indonesia.
Didik dalam pembicaraannya, mengungkapkan keprihatinannya terhadap pengelolaan anggaran negara yang dianggapnya dilakukan secara ugal-ugalan. Menurutnya, APBN bukan hanya sebagai rencana keuangan, tetapi juga mencerminkan kesehatan ekonomi dan kondisi politik-birokrasi negara.
“Anggaran APBN dewasa ini telah dikelola secara ugal-ugalan. Padahal anggaran adalah sesuatu hal yang amat penting dalam perekonomian nasional, dia juga cermin dari birokrasi dan politik kita. Dan APBN adalah gambaran dari ekonomi nasional yang sehat atau tidak,” tegas Didik.
Poin kritis lainnya yang disorot oleh Didik adalah masalah utang yang terus meningkat dan diwariskan kepada pemerintahan berikutnya. Ia menilai bahwa utang, yang pada awalnya digunakan untuk menutup defisit atau menambah anggaran, kini telah menjadi alat politik yang rentan disalahgunakan.
“Pada 2020 di masa pandemi Covid-19, dalam satu tahun APBN membuat utang/menerbitkan obligasi sebesar 1686,22 triliun, justru pada saat itu politik bandit berjalan. Ternyata tidak semua dana tersebut digunakan untuk anggaran, sebagian digunakan untuk membayar pokok utang. Sehingga sampai kiamat Indonesia akan selalu mengambil utang di atas 1.000 triliun setiap tahun, atau bahkan lebih, jika tidak ada perubahan radikal,” tambahnya.
Di sisi lain, Didik juga mengangkat isu kerapuhan demokrasi di Indonesia. Ia menyoroti matinya prinsip check and balances, pelemahan parlemen, peran partai politik yang sering kali menjadi sarang oligarki, dan upaya perpanjangan masa jabatan sebagai tindakan yang merugikan demokrasi.
“Demokrasi Indonesia bisa dikatakan telah masuk ke jurang karena check and balances mati. Dua pertiga rakyat memberi jempol kepada pemimpin dan elit menarasikan pujian dan ikut memimpin,” ungkap Didik.
Dalam kesimpulannya, Didik menekankan perlunya perbaikan dalam praktik demokrasi dan pengelolaan anggaran negara untuk menjaga fondasi ekonomi dan kesehatan demokrasi Indonesia.