Dunia Gagal Memastikan Generasi Muda Memiliki ‘Planet yang Dapat Ditinggali’
Berita Baru, Internasional – Dilansir dari The Guardian, Rabu (19/2), sebuah laporan menyebut dunia telah gagal merawat kesehatan dan melindungi planet ini sebagai masa depan anak-anak dan generasi muda. Negara-negara di dunia gagal mengintensifkan degradasi ekologis, perubahan iklim, dan praktik pemasaran yang eksploitatif.
Laporan itu mengatakan bahwa meskipun ada peningkatan dramatis dalam kelangsungan hidup seperti nutrisi dan pendidikan selama 20 tahun terakhir, namun anak-anak saat ini menghadapi masa depan yang tidak pasti dengan setiap anak menghadapi “ancaman eksistensial”.
“Pada 2015, negara-negara dunia menyepakati tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Namun hampir lima tahun kemudian, beberapa negara telah mencatat banyak kemajuan untuk mencapainya,” kata laporan dari 40 komisi ahli kesehatan anak dan remaja di seluruh dunia.
“Perubahan iklim, degradasi ekologis, populasi yang bermigrasi, konflik, ketidaksetaraan yang merasuk, dan praktik komersial predator mengancam kesehatan dan masa depan anak-anak di setiap negara,” katanya.
Komisi yang diselenggarakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), badan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, Unicef, dan jurnal medis Lancet itu menyerukan perubahan radikal untuk melindungi kesehatan dan masa depan anak-anak dari darurat iklim yang semakin intensif.
Laporan itu juga menyoroti ancaman praktik komersial predatori, yang menghubungkan paparan anak-anak dengan pemasaran makanan cepat saji dan minuman manis yang 11 kali lipat meningkatkan obesitas anak, dari 11 juta pada 1975 menjadi 124 juta pada 2016.
Laporan tersebut mencakup indeks dari 180 negara yang membandingkan data tentang kelangsungan hidup, kesejahteraan, kesehatan, pendidikan dan gizi; serta keberlanjutan, dengan proksi untuk emisi gas rumah kaca, dan ekuitas, atau kesenjangan pendapatan.
Norwegia, Korea Selatan, Belanda, Prancis, dan Irlandia disebut sebagai negara terbaik bagi seorang anak untuk berkembang di tahun-tahun awalnya. Republik Afrika Tengah, Chad, Somalia, Niger, dan Mali adalah lima terbawah dalam daftar.
Namun jika dilihat dari perhitungan emisi karbon per kapita, Burundi, Chad dan Somalia adalah deretan negara dengan kinerja terbaik, sementara AS, Australia dan Arab Saudi termasuk di antara 10 negara terbawah.
“Ketika penulis memperhitungkan emisi CO2 per kapita, negara-negara teratas (di peringkat pertumbuhan anak) berada di belakang: Norwegia peringkat 156, Republik Korea 166, dan Belanda 160,” laporan itu menyebut. “Masing-masing dari ketiga memancarkan 210% lebih banyak CO2 per kapita dari target 2030 mereka.”
Inggris berada di peringkat 10 teratas dalam hal pertumbuhan anak, tetapi berada di peringkat 133 dalam hal pemenuhan target emisi yang saat ini “berada di jalur yang tepat untuk mengeluarkan CO2 115% lebih banyak dari target 2030 emisinya”.
Para ahli di balik laporan tersebut sepakat bahwa “sementara negara-negara termiskin perlu berbuat lebih banyak untuk mendukung kemampuan anak-anak mereka untuk hidup sehat, emisi karbon yang berlebihan – secara tidak proporsional dari negara-negara kaya – mengancam masa depan semua anak”.
Stefan Peterson, kepala kesehatan Unicef, mengatakan anak-anak yang tinggal di negara-negara termiskin menghadapi beban perubahan iklim, meskipun memiliki jejak karbon kecil. Sistem makanan di sana ‘gagal’ sehingga membuat jutaan anak kekurangan gizi atau kelebihan berat badan.
“Anak-anak ini menghadapi tantangan besar bagi kesehatan dan kesejahteraan mereka, dan sekarang juga berada pada posisi yang paling tidak menguntungkan karena krisis iklim,” katanya. “Kami membutuhkan hasil berkelanjutan dalam kesehatan dan perkembangan anak, yang berarti bahwa penghasil emisi karbon besar perlu mengurangi emisinya agar semua anak dapat berkembang, miskin dan kaya.”
Laporan itu mengatakan: “Jika pemanasan global melebihi 4C pada tahun 2100 sejalan dengan proyeksi saat ini, ini akan menyebabkan konsekuensi kesehatan yang menghancurkan bagi anak-anak, karena naiknya permukaan laut, gelombang panas, proliferasi penyakit seperti malaria dan demam berdarah, dan kekurangan gizi.”
Anthony Costello, profesor kesehatan global dan pembangunan berkelanjutan di University College London, mengatakan komisi itu menyerukan pemikiran ulang radikal terhadap kesehatan anak global.
“Perubahan iklim mengancam masa depan anak-anak kita sehingga kita harus menghentikan emisi karbon sesegera mungkin,” katanya kepada Guardian. “Indeks baru kami menunjukkan bahwa tidak ada satu pun negara yang berkinerja baik pada indikator perkembangan anak dan emisi.