Diskusi Publik di Universitas Paramadina: Sudirman Said Soroti Kebijakan Pemberantasan Korupsi
Berita Baru, Jakarta – Pada Kamis, 21 November 2024, Universitas Paramadina menggelar diskusi publik bertajuk “Ragu Kebijakan Pemberantasan Korupsi”. Dalam diskusi tersebut, Sudirman Said, Ketua Institut Harkat Negeri sekaligus Mantan Rektor Universitas Paramadina, menyampaikan keprihatinannya terkait lemahnya kebijakan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sudirman menegaskan bahwa korupsi di Indonesia telah menyebar ke seluruh sektor kehidupan, bahkan sampai ke tingkat elit negara. “Indonesia saat ini dikepung oleh para koruptor. Namun, ada cara untuk memberantasnya, yaitu dengan ‘kembali pada kewajaran’. Setiap kali terjadi pergantian pimpinan nasional, selalu muncul harapan baru,” ujar Sudirman.
Ia menyoroti bahwa dari era Presiden Habibie hingga Jokowi, harapan itu terus ada, namun sering kali tidak diikuti dengan langkah nyata yang signifikan. Di era Prabowo, pidato terkait pemberantasan korupsi sempat menimbulkan harapan besar, terutama dengan adanya janji untuk mengecek kembali anggaran pemberantasan korupsi. “Saat ini kita masih menunggu apakah pidato tersebut akan diikuti dengan langkah-langkah nyata,” tambahnya.
Data yang diungkapkan Sudirman Said juga memperlihatkan betapa parahnya korupsi di Indonesia. Dalam kurun waktu 2004 hingga 2024, terdapat 1.629 kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan jenis kasus terbanyak adalah penyuapan dan pengadaan barang/jasa. Tak hanya itu, ia juga mencatat bahwa 344 anggota parlemen, 39 menteri, 25 gubernur, dan 31 hakim telah terjerat kasus korupsi.
Ironisnya, kata Sudirman, di masa pemerintahan Jokowi, KPK justru mengalami pelemahan. “Jokowi adalah satu-satunya presiden yang memberikan izin revisi UU KPK, yang akhirnya membuka jalan bagi pelemahan lembaga tersebut. Bahkan, saat ini terdapat pimpinan KPK yang terlibat pemerasan namun belum mendapatkan sanksi yang jelas,” ungkapnya.
Dalam penutupannya, Sudirman menyatakan bahwa kunci pemberantasan korupsi ada pada teladan kepemimpinan. “Hukum dan regulasi sudah tersedia, standar gaji sudah tinggi, dan semua prasyarat sudah ada. Namun, tanpa komitmen kepemimpinan, korupsi tidak akan mungkin diberantas,” tegasnya.