Di Balik Hilangnya Kentang Goreng Ukuran Besar Di Restoran Cepat Saji
Berita Baru, Jakarta – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, kelangkaan kentang untuk konsumsi industri makanan saat ini mengakibatkan hilangnya kentang goreng ukuran large dari menu restoran cepat saji ternama.
Kepala Penelitian CIPS Felippa Ann Ananta menjelaskan bahwa hal tersebut menggambarkan betapa tergantungnya negeri ini pada impor dalam pemenuhan kebutuhan industrinya.
Ia berpandangan kelangkaan kentang itu terjadi karena disrupsi atau gangguan rantai pasok global. Meski demikian, disrupsi ini disinyalir hanya bersifat temporer.
Diketahui sebelumnya, restoran cepat saji McDonald’s mengumumkan mulai 2 Februari akan membatasi penjualan menu kentang goreng alias French Fries kemasan besar untuk sementara waktu lantaran adanya kendala pengiriman pasokan kentang terkait pandemi Covid-19.
“Kelangkaan kentang saat ini terjadi karena disrupsi rantai pasok global. Namun disrupsi ini hanya temporer. Secara jangka panjang, Indonesia tetap membutuhkan impor kentang dari luar negeri untuk memenuhi konsumsi,” kata Felippa dalam siaran persnya, Jumat (4/2) lalu.
Namun demikian, menurut Felippa kelangkaan kentang tidak dirasakan bagi kebanyakan rumah tangga karena selain bukan merupakan bahan pokok, pasokan kentang sayur yang biasa dikonsumsi rumah tangga, memang masih mencukupi.
Namun kelangkaan terasa pada pasokan kentang olahan untuk keperluan industri makanan, seperti untuk french fries atau keripik misalnya. Felippa membeberkan, Indonesia hanya dapat memproduksi sekitar 25 persen dari kebutuhan kentang olahan industri makanan.
Defisitnya dipenuhi dengan mengimpor kentang olahan, terutama varietas Atlantic, dari Eropa dan Amerika Serikat yang mutu olahnya lebih baik dan lebih stabil. Sebagian juga menggunakan kentang dari surplus kentang sayur dengan mutu olahan yang lebih rendah.
Data Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALISTA) tahun 2020 menunjukkan Indonesia mengimpor 25.410 ton kentang dari Belgia, 20.850 ton dari Amerika Serikat, dan 19.100 ton dari Belanda dengan total nilai nilai impor mencapai 69,79 juta dollar AS.
Kemudian untuk produksi kentang Indonesia sendiri, kata Felippa, terus fluktuatif dalam beberapa tahun terakhir ini. Tapi volumenya selalu melebihi kebutuhan konsumsi rumah tangga.
Sekitar 80 persen produksi kentang di Indonesia merupakan kentang sayur untuk kebutuhan rumah tangga. Sementara sisanya kentang olahan untuk industri makanan.
Felippa mengakui, kelangkaan stok kentang olahan yang kini tidak saja dialami Indonesia tetapi juga negara-negara lain.
“Peningkatan produktivitas kentang dalam negeri perlu terus diusahakan supaya kualitasnya berdaya saing. Prosedur impor yang transparan dan sederhana juga diharapkan dapat memastikan ketersediaan kentang untuk kebutuhan industri,” ujar Felippa.
Statistik tanaman sayuran dari BPS mencatat produksi kentang Indonesia dalam rentang waktu 2016-2020 berfluktuasi dari 1.213.041 ton di tahun 2016 menjadi 1.164.738 ton di 2017, 1.284.762 ton di 2018, 1.314.657 ton di 2019 dan 1.282.762 ton di tahun 2020.
Tingkat konsumsi kentang oleh rumah tangga pada kurun waktu yang sama berada pada 647.500 ton tahun 2016, 587.200 ton di 2017, 608.200 ton di 2018, 726.870 ton di 2019 dan 690.370 ton di tahun 2020.
Volume impor kentang olahan maupun segar dalam periode 2016-2020 juga berfluktuasi. Volume impornya berkisar antara 106.220 ton hingga 140.087 ton sementara tahun 2020, Indonesia mengimpor 133.564 ton kentang.