Desainer Prancis Hiasi Kota Kuno di China dengan Drama Kembang api
Berita Baru, Beijing – Di temaram sinar bulan, ratusan orang berkumpul di sebuah lapangan untuk menikmati drama kembang api bertajuk “Love of Fireworks”, yang menampilkan rangkaian kembang api di langit kota kuno Wanzai di Provinsi Jiangxi, China timur.
Pertunjukan itu dirancang oleh Sophie Poirier, seorang wanita asal Prancis yang terlihat sedang menggoyangkan tubuhnya mengikuti alunan musik dan terlihat mencolok di tengah kerumunan.
Selama persiapannya dalam merancang pertunjukan kembang api tersebut, Poirier memasukkan sentuhan romansa Prancis ke dalam budaya tradisional China, sehingga menciptakan bunga api indah yang menyoroti estetika Timur maupun Barat.
Dikutip dari Xinhua, Wanita Prancis tersebut terobsesi dengan budaya China sejak masih kanak-kanak. Pada masa kecilnya, Poirier sering membayangkan dirinya sebagai seorang putri China dalam balutan cheongsam, mengibaskan kipas sutra bundar, dan menyenandungkan melodi Opera Peking.
Pada 1983, dia mengenyam bangku kuliah di Institut National des Langues et Civilisations Orientales untuk mempelajari bahasa Mandarin, yang menjadi keinginannya sejak dulu.
Tiga tahun berselang, dia berkunjung ke China bersama neneknya dan merasakan pesona berbagai kota di China, seperti Guangzhou, Guilin, Chongqing, Shanghai, dan Beijing.
Pemandangan yang menakjubkan di sepanjang perjalanan tersebut menjadi alasan Poirier untuk memutuskan bekerja di negara asing.
Pada 1991, sebagai seorang perancang acara di ECA2, perusahaan penyelenggara acara berskala besar terkenal asal Prancis, Poirier mendatangi Taman Hiburan Beijing dan menyuguhkan film tirai air laser pertamanya yang memesona kepada audiens China.
Lalu, dia berpartisipasi dalam upacara pembukaan Olimpiade Beijing 2008 sebagai anggota tim perancang acara internasional. Dia juga merancang pertunjukan-pertunjukan bagi banyak destinasi wisata terkenal, termasuk Gunung Hengshan di Provinsi Hunan, Gunung Changbai di Provinsi Jilin, dan kota kuno Hailongtun di Provinsi Guizhou.
Meski Poirier memiliki pengalaman luas dalam desain pertunjukan, dia jatuh cinta dengan panggung kecil di Wanzai, sebuah kota kuno yang sepi dan memiliki riwayat pembuatan kembang api selama hampir 1.400 tahun, setelah menerima undangan kolaborasi dari Zeng Ming, manajer umum Wanzai Kaleidoscope Culture and Tourism Company.
Perusahaan Zeng merupakan pemasok produk kembang api untuk Disneyland dan resor Universal, sekaligus discharge operator bagi Window of the World, sebuah taman hiburan terkenal di Shenzhen. Perusahaan Zeng menjual sekitar 600.000 boks produk kembang api ke Amerika Serikat (AS) setiap tahunnya, sehingga membentuk skala pengembangan dan tatanan industri yang relatif stabil di Wanzai.
Untuk menggenjot pariwisata setempat dan merevitalisasi ekonomi di kota kuno itu secara lebih lanjut, Poirier bermitra dengan perusahaan Zeng pada Maret lalu untuk mengembangkan pertunjukan drama kembang api, yang menggabungkan kembang api, karakteristik budaya lokal, dan aplikasi media baru ke dalam ciri budaya yang khas bagi objek wisata Wanzai.
Poirier bahkan menerapkan pengaturan pencahayaan modern dan peralatan efek khusus untuk menyatukan efek live-action hujan, salju, angin, kabut, dan cahaya ke dalam pertunjukan tersebut, sehingga menciptakan pengalaman seni yang imersif bagi audiens. Inovasi ciptaannya pernah menarik lebih dari 50.000 wisatawan untuk menikmati pesta kembang api di Wanzai. Hingga saat ini, pertunjukan “Love of Fireworks” rancangan Poirier ditampilkan hampir 200 kali dan menjadi magnet utama Wanzai bagi para pengunjungnya.
Karya seni Poirier juga memacu para produsen kembang api setempat. Saat ini, Wanzai memproduksi lebih dari 4.000 varian kembang api dan petasan, serta menjual produk-produk itu ke lebih dari 100 negara dan kawasan di luar negeri. Nilai ekspor kembang api tahunan Wanzai dapat mencapai sekitar 200 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp14.930), menurut pusat layanan industri kembang api dan petasan setempat.
Merek-merek kembang api China tadinya jarang terlihat di Eropa, tetapi kini dapat dijumpai dalam banyak kompetisi dan acara berskala besar di benua tersebut, ujar Poirier. “Saya berharap dapat menciptakan lebih banyak pertunjukan kembang api yang indah di masa mendatang dan menerangi langit malam di lebih banyak negara,” imbuhnya.