Coach Rheo: Selalu Mengendalikan Emosi Bukan Solusi
Berita Baru, Tokoh – Dalam pandangan umum, ketika sedang marah atau kecewa seseorang diandaikan untuk bisa mengendalikan emosinya.
Dengan mengendalikan, itu berarti ia mampu meredam dan menguasai sesuatu yang sedang menyala liar dalam dirinya, sehingga ia tidak dikuasai olehnya.
Banyak orang memercayai hal ini dan mempraktikkannya, tapi tidak untuk Pakar Kenetralan Mental Caezzaro Rey Abishur atau Coach Rheo.
Bagi Rheo, mengendalikan emosi bukanlah solusi. Meredam emosi tidak sepenuhnya baik untuk kesehatan mental seseorang.
Malah, hal tersebut bisa memicu terjadinya depresi. “Menurutku selalu mengendalikan emosi itu tidak selalu baik ya,” katanya dalam gelar wicara Bercerita ke-91 Beritabaru.co, Selasa (5/4).
Selain depresi, terlalu percaya pada efektivitas pengendalian emosi bisa memicu lahirnya beberapa tindakan yang kontraproduktif, seperti reaksi spontan, malas beraktivitas, dan mengonsumsi obat-obatan berbahaya.
Reaksi spontan berhubungan dengan tindakan tubuh di luar kendali kesadaran. Biasanya ini terjadi ketika kita memiliki persoalan yang mendalam dengan seseorang dan tiba-tiba kita memuntahkan segalanya pada orang lain karena satu pemicu kecil.
“Contohnya adalah Will Smith kemarin, yang tiba-tiba memukul host di hadapan jutaan penonton,” jelas Rheo.
Malas beraktivitas kemudian lebih pada efek lanjutan dari depresi. Ketika depresi tidak tertangani dengan baik, seseorang bisa malas melakukan apa pun, termasuk untuk bekerja.
“Jika sudah begini kan rumit ya, makanya pemahaman pada kesehatan mental sangatlah penting,” tegasnya.
Adapun obat-obatan, betapa pun, lanjut Rheo, terlalu mengandalkan pada pengendalian emosi bisa melahirkan keinginan dalam diri seseorang untuk mengonsumsi obat-obatan terlarang.
Ada apa dengan pengendalian emosi?
Dengan dampaknya yang sebegitu rupa tentu ada sesuatu yang tidak beres di balik upaya untuk senantiasa mengendalikan emosi.
Rheo menjelaskan, mengendalikan emosi sama dengan menumpuk emosi dalam tubuh dan ketika sudah penuh pasti akan tumpah.
“Ini akumulasi ya. Ketika ada masalah dan kita memiliki untuk selalu hanya mengendalikannya, maka itu artinya kita menabung masalah dalam tubuh fisik kita,” jelas pencipta metode DOA-TRTO ini.
Menariknya, Rheo memiliki keyakinan bahwa tubuh kita memiliki ingatannya sendiri yang berbeda dengan kesadaran.
Adanya gerak spontan seperti yang sudah disinggung di muka adalah bukti konkretnya, di samping beberapa hal seperti telapak tangan yang tiba-tiba berkeringat ketika sedang kecewa atau marah.
Di titik ini, ketika seseorang memilih untuk mengendalikan emosi, maka justru ia sedang meminta emosi tersebut menguasai dirinya. Pandangan yang sangat bertolak belakang dari yang pada umumnya.
DOA-TRTO
Lantas, jika kita tidak dianjurkan untuk mengendalikan emosi ketika tertimpa masalah, apa yang harus dilakukan? Dalam diskusi yang ditemani oleh Sarah Monica, host kenamaan Beritabaru.co, Rheo menyarankan untuk langsung membuangnya.
Dengan membuang, terangnya, beban emosi yang tersimpan dalam tubuh fisik kita akan hilang.
Ini berbeda dengan mengendalikan yang kapasitasnya hanya mampu untuk meredam, bukan menghilangkan.
Di waktu bersamaan, yang kita butuhkan terkait beban emosi atau trauma masa lalu tidak sekadar meredam, tapi menghilangkan. Kembali ke zero beban emosi.
“Ya akhirnya kan di sini mengendalikan emosi itu tidak pernah cukup dan kita butuh yang lebih darinya, yakni membuangnya,” tegas Rheo.
Untuk membuang beban emosi, menurut Rheo ada banyak cara. Salah satunya melalui DOA-TRTO.
Sederhananya, DOA-TRTO adalah metode membuang beban emosi secara permanen dari ingatan tubuh seseorang melalui pernapasan.
Yakni dengan menarik napas panjang secara perlahan sembari membayangkan beban apa yang ingin kita lepaskan.
Asumsinya, tubuh seseorang ibarat ruangan yang penuh dengan loker berisikan beban emosi dan pernapasan adalah kunci lokernya.
Jadi, sebelum melakukan praktik pernapasan ala DOA-TRTO, Rheo menegaskan, seseorang harus memiliki gambaran tentang loker mana yang akan ia buka.
“Dan untuk mengetahui loker mana, itu pun tidak mudah. Kita harus paham dulu sebenarnya beban apa sih yang sedang kita emban dan sebagainya,” papar Rheo.